Warta

Semarak Maulid di Aceh, dari Balai-balai hingga Dzikir

Jum, 23 Maret 2012 | 14:20 WIB

Banda Aceh, NU Online
“Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” sangat pantas jadi filosofi adat dan budaya di belahan dunia pun. Misalkan saja dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Gampông Simpang Peut, Kluet Utara, baru-baru ini.<>

Meski gampông ini masih dalam ranah Aceh, ada hal yang menarik dicermati di sana untuk perayaan Hari Lahir Nabi saw. Barangkali, kemunculan ‘bu kulah’ atau nasi dibungkus pakai daun pisang, untuk Aceh sudah jadi tradisi. Uniknya di Simpang Peut, nasi bungkus daun pisang itu diletakkan dalam balai-balai.

Balai-balai adalah semacam tempat yang dibuat sedemikian rupa menyerupai pohon. Pada balai-balai itu diselipkan lauk-pauk, mulai dari ayam, telur ayam, bebek, ikan, atau makanan lainnya.

“Bahkan, ada yang menyelipkan telur puyuh pada balai-balainya. Yang penting balai-balai itu berisi nasi dan lauknya,” jelas Lukman, masyarakat Simpang Peut.

Seorang pemuda gampông, yang tercatat sebagai panitia persiapan Maulid Nabi di gampông itu, Ali Makmur, menyebutkan bahwa selain balai-balai nasi, ada pula balai-balai buah.

“Balai-balai buah berisi beraneka ragam buah sebagai cuci mulut. Buah-buah tersebut dirangkai seperti tumbuh pada dahannya, mulai dari buah segar sampai buah yang dimasak,” ungkapnya.

Sekilas, bila diperhatikan balai-balai tersebut menyerupai balai-balai orang intat linto atau ‘balai bawaan pengantin baru’. Bedanya, balai-balai pengantin biasanya berisi makanan rigan yang dimasak. Adapun balai-balai maulid ini khusus nasi, buah, dan ketan.

“Orang-orang berupaya membuat balai-balainya dengan besar dan tinggi. Mereka ingin memperlihatkan balai-balainya semarak dengan aneka warna,” ungkap Wirda, ibu rumah tangga, saat sedang merangkai balai-balai maulid keluarga mereka.

Wirda sendiri menyukai warna ungu sehingga sekeliling balai-balainya dihiasi kertas minyak warna ungu. “Warna kuning ini untuk menghidupi warna ungunya,” tambah Wirda.

Pagi Hari
Tatkala masih pagi, para pemuda dan orang tua Gampông Simpang Peut, khususnya laki-laki, bergotong royong membuat teratak di pekarangan mesjid. Teratak tersebut dibuat berbilik-bilik atau kamar.

“Masing-masing bilik akan ditempati oleh kafilah dari pesantren-pesantren terdekat yang sudah diundang,” ungkap Khairul, panitia persiapan tempat.

Menurut dia, sudah menjadi kebiasaan masyarakat gampông itu, setiap maulid atau acara Peringatan Hari Besar Agama, mereka mengundang anak-anak pesantren atau ‘aneuk dayah’.

“Ada delapan pesantren yang diundang. Mereka akan melakukan parade zikir maulid pada siangnya,” ungkap Irmamuddin, Ketua Panitia Pelaksana Maulid Nabi Muhammad SAW kali ini.

Pesantren-pesantren tersebut, kata dia, antara lain Raudatussha’adah dari Simpang Lhee, Nurussa’adah dari Limau Purut Kota Fajar, Nurussa’adah dari Jambo Manyang, dan dari gampông-gampông terdekat.

Parade dzikir dimulai selepas sholat dzuhur. Setiap teratak yang sudah dihias mirip bilik tersebut menggema puji-pujian bagi Allah. Mereka saling bersahutan satu sama lain. Setiap anggota zikir dipimpin oleh syeh dan aneuk syahi.

Hampir rata-rata anggota zikir itu anak-anak yang masih belia. Dari wajahnya, dapat ditaksir mereka masih duduk di jenjang sekolah menengah. Namun, semangat zikir, tahmid, dan tahlil mereka menggema di tengah terik, megalahkan panasnya matahari siang itu.

Menurut Ahmad Fadhli, panitia pendata balai-balai, hampir 500 balai-balai nasi hari itu diantar oleh masyarakat. “Balai-balai buahnya mencapai 300-an lebih. Totalnya, hampir 100 balai-balai dalam maulid kali ini, mulai dari balai-balai nasi, balai-balai buah, dan balai-balai ketan. Lain lagi yang membawa idang pakai talam,” paparnya.

Semua bala-balai tersebut diutamakan untuk kafilah dari pesantren-pesantren. Mungkin beda dengan tempat lain, yang menyemarakkan maulid nabi dengan makan kenduri bersama di mesjid, di Gampông Simpang Peut, semua makanan dalam bail-balai tadi diseragkan kepada ‘aneuk dayah’ untuk mereka bawa pulang.

“Setiap balai-balai sudah disisipkan kantong plastik itam besar. Mereka tidak mungkin sanggup makan di sini. Maka dianjurkan bawa pulang. Adapun masyarakat gampông, kalau mau makan kenduri, di rumah masing-masing. Umumnya mereka bahkan mengundang saudara dan family terdekat untuk kenduri di rumahnya. Yang sudah dibawa ke mesjid ini untuk kafilah dari pesantren-pesantren,” kata remaja mesjid gampông, Nyak Man.

Menurut dia dan beberapa panitia lainnya, peringatan maulid nabi di Gampông Simpang Peut, yang dilaksanakan pada 20 Maret 2012 itu dihadiri 1000-an lebih pengunjung, laki dan perempuan. Kedatangan mereka hanya untuk menonton parade zikir maulid dan melihat semaraknya balai-balai buatan masyarakat. 

“Subhanallah, tak ada satu pun balai-balai yang tersisa. Masyarakat sangat senang dengan kenduri maulid ini,” imbuh Rajim, warga Lorong Bineh Krueng, Simpang Peut, Kluet Utara.



Redaktur             : Syaifullah Amin
Pengirim Tulisan : Herman RN