Warta

Santri Dilatih Atasi Bencana

Jumat, 16 Februari 2007 | 12:13 WIB

Jakarta, NU Online
Sistem penanganan bencana berbasis pesantren yang digagas oleh NU kini semakin mendekati kenyataan. Sebanyak 18 orang santri, banser dan perwakilan dari PWNU dilatih untuk menangani bencana.

Program pelatihan yang diselenggarakan oleh Community Based Disaster Risk Management NU (CBDRMNU) ini diselenggarakan di Lembang pada 12-17 Februari dengan instruktur dari ITB.

<>

Beberapa materi yang diajarkan diantaranya adalah Asal usul terbentuknya bumi, struktur bumi, bagaimana terjadinya bencana, peran pemerintah, peran masyarakat, cara pengorganisasian masyarakat, dan bagaimana membuat contigency planning,

Selepas dari pelatihan ini, mereka akan melatih para 180 santri yang meliputi 120 santri laki-laki dan 60 santri perempuan ditempatnya masing-masing yang nantinya mereka diharapkan dapat memberikan advokasi kepada masyarakat.

“Dari proses itu, kita berharap dapat masukan dari masyarakat melalui 180 orang tersebut. Yang lalu akan menjadi bagian dari sistem penanganan bencana berbasis pesantren,” tutur Avianto Muhtadi, program manager CBDRMNU.

Dijelaskannya bahwa pelatihan tak hanya dikelas, tetapi peserta diajak ke patahan Lembang dan ke Tangkuban Perahu untuk berdialog dengan masyarakat setempat dan pegawai jagawana bagaimana mereka mensikapi dan mengantisipasi terjadinya bencana. “Dari situ, kita diharapkan bisa menggali informasi dan siap menghadapi bencana yang bisa datang sewaktu-waktu,” imbuhnya.

Menurutnya, para peserta sangat antusias dalam mengikuti pelajaran yang diberikan mengingat kondisi Indonesia yang belakangan ini tak henti dirundung bencana, muali bencana darat, udara, laut sampai dengan banjir yang baru saja melanda Jakarta.

“Kita berharap masyarakat bisa mempersiapkan dirinya menghadapi bencana dengan kearifan lokal. Selain itu, pemerintah juga harus tegas untuk tidak mengizinkan penggunaan daerah rawan bencana sebagai kawasan pemukiman,” tambahnya.

Farah, instruktur dari ITB menambahkan bahwa pelatihan ini untuk menggali potensi pesantren dalam melakukan pengurangan resiko bencana. “Diharapkan mereka memiliki kapastas yang cukup membantu masyarakat sekitarnya dan sebagai inisiator yang mengakomodir dan memotivasi masyarakt sekitar untuk mengurangai resiko bencana.

Saat ini baru tiga pesantren yang menjadi pilot project yang meliputi pesantren Nurul Islam di Jember yang rawan bencana longsor, pesantren Darussalam Magelang untuk mengurangi resiko bencana gunung berapi dan pesantren Assidiqiyah untuk resiko bencana banjir dan kebakaran. Nantinya program ini akan dikembangkan ke 15 pesantren. (mkf)