Warta

Said Aqil Kunjungi Dua Redaksi Harian di Padang

NU Online  ·  Kamis, 29 Juli 2010 | 09:34 WIB

Padang, NU Online
Ketua Umum Tanfidziyah PBNU KH Said Aqil Siraj mengunjungi redaksi dua Harian utama di Padang, Singgalang dan Harian Padang Ekspres, di sela kegiatannya mengikuti pembukaan Konferensi Wilayah NU XI Sumbar, Rabu (28/7) kemarin. Kunjungan tersebut merupakan yang pertama dilakukan Ketua Umum PBNU.

Di redaksi Harian Singgalang, Said Aqil menyatakan, kekuatan politik Islam tidak hanya pada lembaga formal seperti partai politik. Kekuatan politik Islam juga berada pada mursyid-mursyid tarekat yang bertebaran di tengah masyarakat. Di Sumatera Barat banyak terdapat tarekat seperti Naqsabandiyah, Syatariah, dan Samaniyah.<>

Tasawuf di tarekat, katanya, tidak identik dengan masyarakat yang kumuh, kampungan. Banyak juga yang bertasawuf itu yang bergelar doktor, sekolah tinggi. Ke depan NU terus berupaya melakukan pembenahan tarekat sehingga lebih baik.

Said Aqil didampingi Wakil Ketua PWNU Sumbar Ir.H.A.Khusnun Aziz, MM, Kontributor NU Online Bagindo Armaidi Tanjung, Ketua Angkatan Muda NU (AMNU) Sumbar Febby Sutan Mudo, Sekretaris Pembina PW GP Ansor Sumbar Drs. Azwandi Rahman, MM. Sedangkan dari Harian Singgalang hadir Redaktur Pelaksana Syamsudarman dan koordinator liputan Gusnaldi Saman.

Said Aqil menambahkan, pendidikan di Indonesia saat ini sudah gagal membentuk karakter anak bangsa. Pelajaran agama di sekolah umum yang cuma 2 jam tak mampu membentuk karakter anak. Setidaknya 5 -6 jam mata pelajaran agama.

Selain itu, materi pengajarannya pun harus diperbaharui. Sejarah Nabi Muhammad SAW penting menjadi materi pelajaran. Karena dari materi sejarah nabi Muhammad SAW tersebut banyak ditemui karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak.

Di Harian Padang Ekspres, Said diterima Pemimpin Redaksi Sukri Umar, Wapemred Sulaiman Tanjung dan awak redaksi lainnya. Said Aqil menyatakan, ulama timur tengah kagum dengan NU. Karena pemimpin di NU dipilih. Di Timur Tengah tidak ada ulama berdemokrasi. Ulama di Timur Tengah belum kenal berdemokrasi.

Ia mengatakan, Presiden RI SBY sendiri berterimakasih kepada NU karena tidak pernah mengancam Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tak heran, jika seseorang sudah ber-NU, maka pastilah mencintai Indonesia ini. Dalam pembaiatan pun, pemimpin dan kader NU harus membela NKRI.

“NU dalam sejarah pendiriannya tidak pernah ada agenda politik. NU didirikan bagaimana memperkuat civil society. Kalaupun NU pernah berpolitik, akhirnya tidak menyenangkan kembali seperti semula. NU tetap organisasi kemasyarakatan yang fokus terhadap pesantren, pendidikan, sosial keumatan,” kata Said.

Kita menyadari, kata Said, selama 30 tahun pemerintahan orde baru NU dipinggirkan. Tidak boleh menterinya dari NU, tidak boleh Ketua MUI-nya dari NU, tidak boleh ketua PPP-nya (partai Islam waktu itu) dari NU. Kondisi itu NU benar-benar dipinggirkan, dizalimi. Ternyata NU juga tak pindah-pindah. Tetap juga NU.

“Selama 30 tahun NU tidak diajak membangun pemahaman keagamaan di Indonesia. Pengalaman pahit orde baru adalah terjadinya pemaksaan. Ke depan bangsa yang kuat tidak boleh main paksa,” kata Said menambahkan. (arm)