Jakarta, NU.Online
RUU sumber daya air yang saat ini masih ditangguhkan pembahasannya di DPR dinilai telah menyimpangkan makna air sebagai sumber kehidupan dan barang milik publik menjadi barang privat untuk dieksploatasi dan diperdagangkan, kata mantan Menteri Lingkungan Hidup, Sonny Keraf.
"Air adalah kehidupan manusia. Krisis air adalah ancaman kehidupan dan penguasaan air oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sendiri adalah pelanggaran berat HAM," kata Sonny yang dosen Filsafat Universitas Atma Jaya dalam Seminar Pro-Kontra RUU Sumber Daya Air di Jakarta, Rabu.
<>Dikatakan Sonny, karena air merupakan sumber kehidupan maka pemanfaatannya harus mengacu pada kepentingan rakyat banyak, dan dikelola negara bagi kemakmuran rakyat. Namun, kenyataannya RUU sumber daya air itu juga telah membiaskan negara menjadi alat sektor swasta yang menggusur hak kolektif menjadi hak individual, dan menggeser hak pakai menjadi hak milik untuk diusahakan dan diperdagangkan, katanya.
Lembaga internasional seperti World Bank, ujarnya, juga menjadi kaki-tangan negara maju demi kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional di mana bantuan asing dijadikan alat intervensi atas kedaulatan negara berkembang. Dikatakan Sonny, RUU Sumber Daya Air menjadi kontroversi akibat adanya upaya privatisasi air dalam RUU itu serta dianggap akan menimbulkan ketidakadilan dan penguasaan hidup orang miskin oleh swasta.
Ketua Bidang Sumber Daya Air DPP Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), Harmensyah, mengakui adanya pro-kontra RUU tersebut, namun perusahaan air minum hanya berupaya mengelola sumber daya air untuk dapat dikonsumsi masyarakat. "Sebagai konsumen air baku, Perpamsi membutuhkan suatu jaminan tentang pasokan air dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas, itu bisa dipastikan oleh adanya peraturan seperti RUU," katanya.  Â
Ia juga mengatakan, PDAM berbeda dengan perusahaan air kemasan yang menguasai sumber air tertentu, namun hanya dimanfaatkan masyarakat golongan menengah ke atas. Pelanggan PDAM hanya membayar Rp1.400 per m3 dibanding masyarakat di daerah rawan air yang tak terlayani PDAM yang harus membayar Rp25-50 ribu per m3. Yang lebih parah adalah masyarakat harus membayar Rp125.000-400.000 per m3 untuk air mineral, ujarnya.
Koordinator advokasi Air Indonesian Forum on Globalisation, Nila Ardhianie, memberi contoh, perusahaan air Aqua yang menguasai sumber daya air hanya membayar Rp1 per liter kepada kas desa tempat sumber airnya, padahal harga jual produknya di supermarket Rp1.200 per liter. Menurut data statistik air minum BPS pada 2000, pemakaian air masyarakat dari perusahaan daerah air minum 19,24 persen, sisanya 47,95 persen oleh masyarakat melalui sumur, 13,37 persen oleh perusahaan melalui pompa sumur dalam, pemanfaatan mata air oleh masyarakat hanya 11,17 persen, sungai 3,63 persen, dan air hujan 2,76 persen. (Cih)***
Â
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Meyongsong HUT RI dengan Syukur dan Karya Nyata
2
Khutbah Jumat: Menjadikan Aktivitas Bekerja sebagai Ibadah kepada Allah
3
Khutbah Jumat: Menjaga Kerukunan dan Kerja Sama Demi Kemajuan Bangsa
4
Khutbah Jumat: Dalam Sunyi dan Sepi, Allah Tetap Bersama Kita
5
Redaktur NU Online Sampaikan Peran Strategis Media Bangun Citra Positif Lembaga Filantropi
6
Ribuan Santri Pati Akan Gelar Aksi Tolak Kenaikan Tarif PBB 250 Persen hingga 5 Hari Sekolah
Terkini
Lihat Semua