Warta

Rukyat Sulit Karena Terhalang Awan

NU Online  ·  Rabu, 22 Oktober 2003 | 19:05 WIB

Jakarta, NU.Online
Secara syareat umat Islam wajib melakukan rukyat (melihat bulan) untuk melihat awal masuknya bulan puasa tetapi rukyat kerap sulit dilakukan di Indonesia karena terhalang oleh awan, kata Pakar ilmu hisab yang juga Pimpinan Pondok Pesantren Al-Fatah Tanjungsari,Sumedang, KH Masturo.

Ketika dimintai komentarnya tentang penentuan awal Ramadan dia mengemukakan, kondisi cuaca yang sangat labil ditambah keadaan alamnya yang bergunung-gunung menyebabkan proses rukyat hampir mustahil dilakukan. Untuk beberapa momen, katanya, awal rukyat untuk melihat awal Ramadhan di Indonesia dapat dilakukan dengan catatan tingginya bulan saat "ijtima" (berada satu garis dengan matahari) berada pada posisi lebih dari dua derajat di atas garis cakrawala. Kondisi itu pun, kata dia, baru memungkinkan untuk bisa melihat bulan saat "ijtima" bila kondisi cuaca di lokasi rukyat cukup cerah. Karena sulitnya proses rukyat itulah sehingga Tim Rukyat Depag kerap gagal melihat bulan berijtima lalu memutuskan untuk menggenapkan bulan Sya`ban, sehingga awal Ramadan di Indonesia kerap berbeda dengan di negeri lain," ujarnya.

<>

Menurut dia, keputusan tersebut memang tidak sepenuhnya keliru karena rukyat merupakan perintah dalam Alquran, dan bila kesulitan melihat bulan berijtima sebagai tanda masuknya awal Ramadan umat Islam diperintahkan untuk menggenapkan hitungan bulan. Hanya saja, Tim Rukyat tersebut kerap melupakan posisi geografis Indonesia yang berada di belahan Barat. Jadi proses ijtima dengan sendirinya sering belum terjadi di Indonesia (mengingat posisinya di belahan Barat), tetapi beberapa menit kemudian terjadi di negara lain di belahan Tengah dan Timur," katanya.

Fenomena itulah, kata dia, yang menyebabkan pemerintah Indonesia atau Tim Depag RI kerap membuat keputusan yang berbeda dalam menentukan awal Ramadan dengan negara muslim lainnya. Oleh karena itu sangat tepat bila Tim Depag juga mau menginduk ke Masjidil Haram sebagai induk bagi seluruh masjid dalam menentukan kalender ibadah seperti yang diperintahkan dalam Al-quran. Alasannya pertama hal itu merupakan perintah dari Allah tentang eksistensi Makkah sebagai Ummul Quro (Induk Negeri) kedua tak mungkin dalam sehari terjadi dua hari awal Ramadan dan dua hari Idul Fitri dalam satu dunia yang sama," ujarnya. Fenomena itu pula kata dia, yang akan terjadi dengan awal Ramadan mendatang.

Bila rukyat dilakukan hari Minggu (26/10) kemungkinan besar ijtima belum terlihat di Indonesia karena terjadi hanya kurang seperempat derajat di bawah garis cakrawala, tetapi di negeri belahan Barat beberapa saat kemudian akan terlihat. Kalau Tim Depag RI memutuskan untuk melakukan rukyat Senin (27/10) jelas bulan sudah terlihat karena sudah sangat tinggi dan di negara belahan Timur sudah memasuki tanggal satu dan sudah mulai puasa, sementara kita akan baru muluai puasa besok harinya atau tanggal dua," katanya (Cih)***

Â