Warta

RHI: Penyelenggaraan Haji Menjadi Ajang Korupsi

NU Online  ·  Selasa, 8 Juli 2003 | 11:03 WIB

Jakarta, NU Online
Penyelenggaraan ibadah haji telah menjadi ajang pesta pora bagi oknum yang rakus beragam kepentingan, termasuk korupsi mengingat penyelenggaraan haji memiliki potensi keuangan sangat besar.

Demikian pernyataan Ketua Majelis Pengurus Pusat Rabithah Haji Indonesia (RHI) Ade Mafuddin dan Wakil Sekjen RHI Dudu Abdushomad dalam dialog dengan Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa.

<>

Dengan bersembunyi di balik jargon keagamaan, penyelenggaraan haji dibuat menjadi "untouchable". Suara jemaah haji yang kecewa diredam sedemikian rupa dengan diplomasi kesabaran dan ujian.

Kritik dan kekecewaan dalam penyelenggaraan haji tidak menjadi evaluasi bagi Departemen Agama untuk memperbaiki kinerjanya. Berdasarkan UU No.17/1999 tentang Haji Departemen agama adalah wasit sekaligus pemain.

"Penyelenggaraan ibadah haji yang semestinya merupakan usaha pemerintah untuk melayani jemaah dalam melaksanakan ibadah, telah menjadi arena perebutan kepentingan yang menyerukan aroma korupsi,"katanya.

Yang paling parah adalah tidak adanya kemauan pemeritah untuk melakukan audit publik atas dana penyelenggaraan haji. Praktik yang selama ini dilakukan Departemen Agama telah mencerminkan dominasi pemerintah secara semena-mena atas penyelenggaraan haji tanpa mengindahkan prinsip keadilan, demokrasi, profesionalisme dan akuntabilitas.

Hal itu terlihat dari langkah pemerintah dalam memberlakukan regulasi yang sangat tendensius dan tidak "fair", bahkan cenderung terkesan hendak memberangus peran masyarakat.

Penyebab dari persoalan itu adalah terlibatnya pemerintah secara sangat intens dalam persoalan yang sifatnya sangat teknikal.

"Secara manajerial, kita sangat tertinggal di banding Malaysia," katanya seraya menambahkan bahwa hal itu disebabkan oleh tidak adanya keinginan dari pemerintah untuk mengelola haji.

Rabithah Haji Indonesia (RHI) telah mendata tindakan-tindakan yang tidak wajar dan unsur korupsi dalam penyelenggaraan haji, misalnya tiket pesawat, biaya penginapan, biaya makan, bahkan biaya dari daerah asal hingga embarkasi dan pemondokan sementara tidak menjadi biaya keseluruhan.

Dalam komponen biaya penginapan di Mekkah dan Madinah pun diduga
kuat terjadi korupsi. Dengan biaya lebih mahal, ternyata lokasi penginapan sangat buruk, ujarnya menambahkan.

Untuk itu, sebaiknya DPR segera melakukan revisi UU No.17/1999 dan mengurangi peran Departemen Agama yang begitu besar dalam
penyelenggaraan ibadah haji, karena Departemen Agama tidak pernah
menunjukkan keseriusan dalam memperbaiki kinerja.