Warta

Rakyat Turki Kecewa Masuk Uni Eropa

NU Online  ·  Kamis, 20 November 2008 | 22:05 WIB

Jakarta, NU Online
Rakyat Turki umumnya kecewa negaranya menjadi anggota Uni Eropa. Setelah lima tahun berjalan berada dalam Uni Eropa, Turki hanya dijadikan sebagai pasar. Produktivitas rakyat Turki turun dan dengan demikian menurunkan kesejahteraan rakyat.

Demikian dikatakan aktivis prodemokrasi Turki Zaenab Gambetti kepada NU Online di sela konferensi petani sedunia di Maputo Afrika bulan lalu. Menurut survei terakhir, keanggotaan Turki dalam Uni Eropa hanya didukung oleh 40 persen warganya.<>

Padahal survei awal menunjukkan kebijakan bergabung dengan Uni Eropa itu didukung oleh 70 persen rakyat dengan penuh harapan ingin menjadi negara maju dan sejahtera serta memperoleh gengsi tinggi.

Secara umum rakyat di negeri yang telah dimodernisasi habis-habisan oleh Kamal Attaturk itu ingin disejajarkan dengan Eropa dengan bergabung sebagai anggota dari Masyarakat Eropa.

Namun setelah lima tahun berjalan, semua itu hanyalah harapan kosong. Rakyat merasakan semua kemerosotan kualitas hidup.

Menurut Zaenab Gambetti, dengan adanya pasar bersama itu petani yang dulu menikmasti proteksi sekarang tidak ada lagi. Demikian juga industri nasional yang menangani kebutuhan pokok dan strategis dulu disubsidi oleh pemerintah saat ini dicabut, demi mengamankan pasar bersama. Rakyat dibuat menderita, ketika daya beli semakin melemah.

Kenyataannya dalam Uni Eropa itu tidak terjadi kesetaraan bahkan mehirkan kesenjangan yang semakin lebar antara negara eropa sendiri. Menurut Zaenab, terdapat tiga kategori, Eropa Barat yang sangat kaya, lalu Eropa Tengah yang cukup kaya kemudian kelompok Eropa bagian selatan dan beberapa negara Eropa Timur yang miskin dan menjadi semakin miskin, justru ketika bergabung dengan negara kaya.

Kesenjangan itu menurut Zaenab karena Uni Eropa menerapkan sistem kapitalisme yang berideologi neoliberal. Ketika persaingan bebas diutamakan maka perusahaan besar yang menang dalam persingan yang tidak kenal kompromi, sehingga usaha kecil dibiarkan mati atau sengaja dimatikan.

”Maka ahanya bohoing kalau mereka datang menciptakan lapangan kerja , justru mereka menciptakan pengangguran,” demikian Zaenab. (mdz)