Warta

"Jiping," Kekayaan Dakwah Islam Nusantara

NU Online  ·  Sabtu, 4 Februari 2012 | 11:14 WIB

Brebes, NU Online
Iringan kendaraan bermotor terlihat mulai lalulalang di lingkungan Pesantren. Sementara itu di tempat berbeda, belasan  kendaraan roda dua lain sudah terparkir  di depan gedung workshop tata busana Pondok Pesantren Al-Hikmah 2. <>

Tak berapa jauh dari area parkir inilah, beberapa orang yang kebanyakan laki-laki dewasa, tampak saling bercengkrama. Melepas obrolan sore ala masyarakat desa. Bertegur sapa dan bertanya kabar. Hangat dan akrab.

Pemandangan ini bisa  kita lihat saban senin dan kamis sore di Pondok Pesantren Al-Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes. Mereka yang terlihat menunggu sejatinya adalah pengantar Ibu-ibu peserta pengajian Al-Ibriz. Satu kitab Tafsir Al-Qur’an karya KH Bisri Musthofa Rembang.

Pengajian tafsir sore ini oleh masyarakat sekitar lazim disebut dengan jiping alias ngaji kuping.  Penggunaan istilah jiping, agaknya dilandasi ikhwal dari pengajian ini sendiri.

Mereka yang ikut ngaji kebanyakan memang hanya berbekal kuping (Telinga) dan tentu semangat sami’na wa atha’na. Mendengar dan siap taat. Tanpa embel-embel berbagai alat Bantu laiknya pelajar dan santri seperti buku dan kitab kajian, serta pena dan alat tulis lainnya.

Peserta jiping adalah para Ibu yang datang dari Benda dan beberapa desa sekitar. Untuk berangkat ngaji, mereka yang dekat, biasanya memilih berjalan kaki dan datang secara berombongan. Tapi bagi yang jauh tempat tinggalnya, akan diantar-jemput  oleh suami, anak atau sanak keluarga lainnya.

Sebelum Kiai sebagai penyampai materi datang, seorang Ibu yang telah ditunjuk akan mengajak seluruh peserta pengajian melantunkan nadzam Asmaul Husna yang berisi 99 nama Allah SWT, nadzam Aqidah Al-Awam berisi penjelasan rukun iman dan sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad SAW,  serta tidak ketinggalan beberapa surat pilihan Al-Qur’an seperti surat Yasin dan Al-Mulk atau  surat Tabarak.

Usai pembacaan nadzam dan surat-surat inilah, biasanya Kiai akan rawuh  selanjutnya memulai materinya. Melihat peserta pengajian yang kebanyakan ibu-ibu berusia paruh baya, untuk keterangannya, Kiai biasanya menggunakan bahasa jawa sebagai pengantarnya.

Baris demi baris, dibacakan dan kemudian disusuli dengan penjelasan. Terkadang, Ibu-Ibu ini juga diajak oleh Sang Kiai untuk menirukan bacaannya pada ayat- ayat atau doa tertentu. Nampak jelas, Kiai berupaya menuntun perlahan “santri-santrinya”.

Dalam keterangan tafsirnya, Kiai akan selalu mengaitkannya dengan hal-hal keseharian. Mulai dari tata cara thaharah, shalat, berhubungan dengan sesama hingga sifat-sifat mukmin yang mulia, sifat-sifat penghuni surga dan neraka. Dengan penuh perhatian, meski terkadang sambil selonjoran, Ibu-ibu Jiping hikmat mendengarkan.

Jiping yang tak lain adalah mau’idhoh, metode ceramah menambah kekayaan khazanah  dakwah Islam nusantara. Ia ada dan tersebar di mana-mana.
 


Redaktur : Syaifullah Amin

Penulis   : In’am Al Fajar