Warta

Profil Kandidat Ketua Umum Fatayat: Drg. Ulfah Masfufah

NU Online  ·  Kamis, 7 Juli 2005 | 12:37 WIB

Jakarta, NU Online
Drg. Ulfah Masfufah, wajahnya yang cantik dengan kulit putih bersih tentu sangat mudah dikenali dalam kesibukannya sehari-hari di Kantor PP Fatayat NU. Saat ini ia merupakan salah satu ketua PP Fatayat dan siap untuk mengembangkan organisasi ini ke depan.

Pengenalannya di Fatayat telah dimulai sejak usia belia dengan kemampuannya untuk menjadi dirigen dalam berbagai acara yang diselenggarakan Fatayat, tepatnya sejak 1979 ketika ada kongres di Semarang.

<>

Dilahirkan di Jakarta, 16 Oktober 1964, datang dari keluarga pesantren. Ia merupakan cucu pendiri NU, KH Wahab Hasbullah. Namun demikian, kehidupannya lebih banyak dihabiskan di Jakarta, mengikuti orang tuanya. “Orang lain saja mau ngopeni NU, mengapa saya sebagai cucu pendiri tidak,” tandasnya dalam perbincangan dengan NU Online disela-sela kesibukannya mempersiapkan kongres (6/7).

Perempuan berkacamata minus tersebut memulai aktifitas berorganisasi di PMII pada 1987-1988 saat ia masih kuliah di fakultas kedokteran gigi Universitas Indonesia. Selanjutnya ia terpilih untuk memimpin IPPNU selama dua periode. Pada kongres 1988 dan 1992. Disanalah ia berusaha untuk membenahi kaderisasi IPPNU yang saat itu nyaris lumpuh.

Walaupun berlatarbelakang keluarga pesantren. Namun sekolahnya ayahnya mengirimkannya ke sekolah umum. Pengenalannya terhadap pesantren hanya melalui pondok Ramadlan. “Orang tua saya tetap mengenalkan dengan pengajian pesantren, walaupun itu cuma sulam safinah. Dan setiap pulang dari pondok, saya selalu ditest,” tandasnya.

Kecintaannya terhadap ilmu membuatnya menetapkan hati untuk kuliah lagi di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, walaupun saat ini ia sudah memiliki tiga orang anak, yang berumur 9 tahun, 6 tahun dan terakhir 4 tahun.

Ditengah-tengah kesibukannya, keluarga baginya merupakan hal yang sangat penting dan diutamakan. Tak lupa ia selalu menyempatkan diri untuk menyiapkan keperluan sekolah anak-anaknya selain hari Sabtu dan Minggu.

Suami yang masih memiliki hubungan saudara tentu sangat memahami kesibukannya sebagai aktifis, walaupun tidak terlibat dan lebih menekuni usahanya. Keluarga suaminya juga merupakan salah satu pendiri Ansor, KH Abdullah Ubaid.

Kembangkan Kader

Jika terpilih menjadi ketua umum Fatayat periode 2005-2010 ia akan berusaha mengembangkan pengkaderan yang dalam sepuluh tahun belakangan ini kurang tergarap dengan baik. “Kalau di daerah Jawa sudah lumayan bagus, tetapi diluar Jawa, mereka kurang tahu harus berbuat apa sehingga imbasnya terjadi krisis kader,” tambahnya.

Ke depan, kader Fatayat diharapkan sudah professional. Akan dilakukan pelatihan minat dan bakat dalam forum yang sifatnya formal maupun informal. Karena tak semua kader Fatayat berminat jadi pengurus sehingga semuanya juga harus diberi ruang untuk mengambangkan diri.

Tentu saja visi dan misi awal untuk pengembangan perempuan NU tak dilupakan. Program penting yang perlu ditindaklajuti adalah kesehatan dan pendidikan.

Adanya sinergi antara badan otonom perempuan NU seperti IPPNU, Fatayat dan Muslimat juga dianggap perlu. Sinergi ini diibaratkannya sebagai membangun rumah bersama untuk kepentingan bersama. “Kita bangun fondasinya di IPPNU, dirapikan lagi di Fatayat dan dimatangkan di Muslimat. Inilah figur perempuan NU, kalau masing-masing jalan sendiri kan repot” tuturnya.

Baginya kesetaraan gender adalah pembagian peran. Relasi hubungan laki-laki dan perempuan adalah kesepakatan peran yang tidak merugikan satu sama lain. Masing-masing harus memaksimalkan potensi yang mereka miliki.(mkf)