Warta

Prof Maksum: Program Subsidi untuk Petani Miskin Pantas Dijalankan

Rab, 5 Agustus 2009 | 10:24 WIB

Yogyakarta, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga Guru Besar di bidang pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr KH Mohammad Maksum menyatakan, program pemberian subsidi untuk rakyat tani miskin dan rumah tangga miskin atau RTM sangat pantas dijalankan oleh negara yang selama ini menempatkan RTM sebagai korban pembangunan nasional.

”Peruntukan subsidi secara besar-besaran ini tentu saja sangat pantas dilakukan oleh negara sebagai kompensasi kolektif setelah senantiasa menempatkan RTM menjadi korban terdepan pembangunan perekonomian nasional,” katanya dihubungi NU Online di Yogyakarta, Selasa (4/8), terkait Rancangan APBN (RAPBN) 2010 yang disampaikan Presiden dalam Sidang Paripurna DPR-RI, Senin (3/8) lalu.<>

Nota Keuangan dan RAPBN 2010 yang disampaikan Presiden berpilar tiga hal, yakni pertumbuhan, kemiskinan dan lapangan kerja atau pro growth, pro poor, dan pro job. Menurut Maksum, hal ini terasa cukup menyejukkan.

”Tidak dipungkiri bahwa tiga hal yang disampaikan dalam nota keuangan yakni pertumbuhan, kemiskinan dan lapangan kerja, adalah urusan mendesak bangsa yang selama ini senantiasa menghiasi landasan legal pembangunan nasional. Bagi RTM, rakyat tani miskin dan rumah tangga miskin, tentu lebih khusus lagi kegembiraan ini karena membesarnya komitmen APBN terhadap belanja subsidi,” katanya.

Dalam jumlah nominal yang oleh para ahli dinilai kontraktif dalam tingkat nilai riil, meski nominalnya 3,8 triliun lebih besar dibandingkan dengan APBN 2009, belanja subsidi justru naik menjadi Rp 157,73 triliun. Subsidi Raskin bagi 12,5 juta penduduk miskin sebesar Rp 9,9 triliun, subsidi pupuk Rp 11,3 triliun, subsidi benih Rp 1,6 triliun, dan subsidi kredit termasuk untuk KUR sejumlah Rp 5,3 triliun, dan PKH merupakan bagian dari komitmen tersebut.

Namun demikian, Maksum mengingatkan, realisasi program-program pemerintah yang sangat populis ini harus tepat sasaran.

”Bisa ditengok bersama, bahwa Repelita, GBHN, Propenas-Propeda, UU-UU, RPJM-RPJP, bahkan sampai RPPK, senantiasa setia mengamanatkan prioritas tiga hal itu dalam rancangan pembangunan perekonomian nasional. Tetapi, realitas lapangan dari kesemuanya itu ternyata selalu saja sarat problematika,” katanya. (nam)