Warta

Pro dan Kontra Komisi Konstitusi

NU Online  ·  Senin, 4 Agustus 2003 | 16:27 WIB

Jakarta, NU.Online
Pro kontra di ruang komisi A MPR kian panas,  terutama perihal Komisi Konstitusi, yang menyangkut kedudukan, kewenangan dan keanggotaan komisi konstitusi seperti yang diatur dalam ketetepan MPR No.1/MPR/2002

Dalam Ketetapan tersebut terdapat 10 pasal yang menyangkut Komisi Konstitusi, khususnya menyangkut susunan, kedudukan dan kewenangannya. Dalam pembahasan hari ini, Komisi A belum menemui titik temu menyangkut materi ini karena sengitnya pendapat diantara para anggota fraksi, terlebih menyangkut pasal 2 tentang susunan dan keanggotaan.

<>

Syamsul Masri dari Fraksi utusan Golongan (FUG) mengungkapkan bahwa fraksinya mengharapkan keanggotaan komisi itu nantinya mempertimbangkan keseimbangan gender, dan harus pula mencerminkan keanekaragaman bangsa dalam arti seluas-luasnya.

"Keanggotaan komisi konstitusi bukan berasal dari anggota Majelis, tetapi pribadi-pribadi yang memiliki kemampuan melakukan pengkajian terhadap perubahan- perubahan UUD 1945," katanya. Hal ini berarti bahwa posisi komisi konstitusi bersifat independen yang bertanggung jawab kepada Majelis melalui Badan Pekerja MPR.

Mengenai susunan komisi tersebut, FUG menyatakan setuju dengan usulan yang terdapat dalam rancangan ketetapan MPR, yakni komisi konstitusi terdiri atas anggota dan pimpinan.

Hal-hal lain yang diperdebatkan selain pasal 2 yang menyangkut kriteria dari anggota Komisi Konstitusi, juga diperdebatkan pasal 8 ayat 2, dimana menyangkut laporan Komisi Konstitusi. Ada beberapa fraksi yang menyatakan bahwa laporan kerja Komisi Konstitusi langsung disampaikan kepada MPR. Namun dalam pasal 8 ayat 2 tersebut, disebabkan bahwa hasil kerja Komisi Konstitusi dilaporkan kepada Badan Pekerja MPR.

Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) misalnya, dalam rapat itu mengusulkan agar Komisi Konstitusi bertanggung jawab langsung kepada MPR, dan tidak perlu melalui Badan Pekerja (BP) MPR. "Menempatkan Komisi Konstitusi di bawah BP MPR akan mengesankan ’mendegaradasikan’ martabat Komisi Konstitusi di satu sisi, dan arogansi kita (MPR) di sisi lain," kata juru bicara FKB MPR Andi Najmi Fuadi pada rapat pleno Komisi A MPR.
   
Menurut FKB, Komisi Konstitusi dibentuk oleh MPR sehingga sudah seharusnya melaporkan hasil kerjanya kepada MPR. "Bahwa MPR diberi peluang untuk mendelegasikan kewenangannya, itu soal lain," ungkap Andi Najmi Fuadi.

Usulan FKB mengenai tanggung jawab Komisi Konstitusi itu, berbeda dengan rancangan putusan MPR tentang Susunan, Kedudukan, Kewenangan, dan Keanggotaan Komisi Konstitusi, hasil rumusan BP MPR. Rancangan Pasal 3 yang dirumuskan oleh BP berbunyi: "Komisi Konstitusi bertanggunj jawab kepada MPR RI melalui BP MPR-RI".  Sementara rancangan Pasal 8 ayat (2) hasil rumusan BP MPR berbunyi: "Hasil kajian tersebut dilaporkan oleh Komisi Konstitusi kepada BP MPR-RI".

Menurut Ketua Komisi A, yang menangani Komisi Konstitusi, Harum Kamal, untuk menyelesaikan atau mendapatkan hasil yang maksimal, Komisi A telah membentuk tim perumus yang mengkaji ulang menyangkut susunan, kedudukan dan keanggotaan tim perumus Komisi Konstitusi. Komisi ini terdiri dari utusan fraksi-fraksi, dimana Fraksi PDIP sebanyak 3 orang, Golkar sebanyak 3 orang, PPP sebanyak 2 orang, Utusan Golongan sebanyak 2 orang, PKB sebanyak 2 orang serta 6 fraksi lainnya masing-masing satu orang.

Sementara Wakil Ketua Komis A, Lukman Hakim, mengatakan masa kerja Komisi Konstitusi sudah harus disikapi karena Komisi Konstitusi kemungkinan akan mengeluarkan dua buah keputusan, yakni perubahan Undang Undang Dasar 1945 yang selama ini sudah dilakukan, dimana hal itu sudah benar. Sedangkan kemungkinan kedua adalah Komisi Konstitusi menyatakan bahwa materi Undang Undang Dasar 1945 yang pernah dirubah, masih perlu disempurnakan dan jika itu terjadi maka MPR perlu menggagalkan perubahan tersebut. Namun harus ada kejelasan mengenai pasal dan ayat berapa yang masih perlu dirubah dan disempurnakan.(Cih)