Warta

Politik Aliran di Indonesia Telah Surut

NU Online  ·  Kamis, 28 Mei 2009 | 05:57 WIB

Jakarta, NU Online
Jika pada masa lalu, politik Indonesia bisa dikategorikan sebagai politik aliran dengan munculnya kelompok Barat, Nasionalis, Komunis dan Islam, kini pembagian-pembagian tersebut semakin tak bermakna karena cairnya pilihan politik rakyat.

“Politik aliran sudah semakin surut, orang memilih partai politik berdasarkan aliran sudah jauh menurun,” kata Dr Endang Turmudi, sekjen PBNU kepada NU Online, Kamis (28/5). <>

Pada pemilu tahun 1955, politik aliran memang fenomena riil dan kuat sekali. Empat partai pemenang pemilu yaitu, PNI, Masyumi, NU dan PKI jelas merepresentasikan aliran ini.

“Ketika pemilu 1999, saya menduga politik aliran ini kembali. PKB merepresentasikan NU, PDIP pewaris PNI, adapun PBB mewakili Masyumi. Yang tidak ada kan PKI. Tapi kemudian, karena dinamika politik itu sendiri, kecenderungan ini semakin melorot,” tandasnya.

Perubahan orientasi politik bisa dilihat dari pilihan warga NU. Pada tahun 1955  NU dapat 18 persen. Pada pemilu 1999, jumlahnya tetap 18 persen jika dilakukan penggabungan suara partai berbasis NU seperti PPP dan PKB.

Peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini berpendapat turunnya politik aliran ini disebabkan merosotnya ideologi dan ketidakmampuan partai dalam merepresentasikan kepentingan pemilih.

“Partai A dan B tidak ada bedanya lagi. Program juga sama. Ini membuat keterikatan dengan partai melemah. Dulu kalau ada partai Islam, orang merasa terikat dengan partai Islam, jadi ideologis,” imbuhnya.

Hal ini diperparah dengan sistem pemilihan dengan suara terbanyak. Peran dan pengaruh partai sudah semakin turun karena yang dipilih bukan lagi partai, tapi orang.

“Kalau milih orang, hitungan masyarakat di bawah, apa yang bisa saya dapatkan dari orang ini. Kemungkinan munculnya money politic ya di sana, dan orang hilang keterikatan ideologisnya,” paparnya. (mkf)