Warta

Petani di Nganjuk Babati Lahannya Sendiri

NU Online  ·  Jumat, 21 Mei 2004 | 12:55 WIB

Nganjuk, NU Online

Para petani di Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, terpaksa membabati tanaman padi di atas lahannya sendiri, akibat kekeringan. Aksi tersebut dilakukan untuk meluapkan ekspresi perasaan putus asa karena pemerintah tak kunjung merealisasikan pembangunan irigasi di daerah tersebut.

<>

Salah seorang petani, Suwono (52), di Nganjuk, Jumat mengungkapkan bahwa peritiswa itu hampir terjadi setiap tahun. "Kejadian tahun ini tampaknya lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata petani asal Dusun Mlaten, Desa Blitaran, Kecamatan Sukomoro itu.

Sebagai petani yang sudah puluhan tahun menggarap lahan di Dusun Mlaten, Suwono mengaku heran kenapa daerahnya setiap tahun dilanda kekeringan padahal terdapat aliran Sungai Kuncir yang membelah desa tersebut.

"Sebenarnya di aliran sungai itu terdapat dam, tetapi sejak dilanda banjir beberapa tahun lalu dam itu tidak berfungsi lagi. Namun sayangnya sampai detik ini pemda tidak pernah melakukan upaya perbaikan," tukas Suwono.

Akibat kekeringan tersebut, tercatat sekitar 500 hektar tanaman padi milik petani di Kecamatan Sukomoro rusak dalam usia tanam antara 45 hingga 60 hari. "Dan kalau ditaksir kerugian yang diderita petani berkisar antara Rp1,8 juta hingga Rp2,5 juta per hektar. Itu sudah termasuk biaya tanam, buruh dan pemupukan," kata Suwono.

Menurut dia, hingga usia tanam memasuki 60 hari itu berarti para petani sudah melakukan dua kali pemupukan. Sementara itu Sumidi, Kepala Dusun Mlaten, menambahkan bahwa pihaknya sudah berkali-kali melaporkan kekeringan yang melanda daerahnya itu. "Tetapi sampai sekarang belum ada perhatian dari Pemkab Nganjuk, padahal berkali-kali petugas Dinas Pengairan survei ke sini," ujarnya.

Ia mengatakan, dam yang ada di Dusun Mlaten itu dulu dibuat melalui program swadaya masyarakat Desa Blitaran agar bisa mengairi persawahan milik para petani.     Namun ketika terjadi banjir pada tahun 1998 lalu, dam tersebut rusak, kemudian aliran Sungai Kuncir dialihkan ke daerah lain. Praktis petani di Desa Blitaran hanya mengandalkan air hujan saja. 

"Dan kalau musim kering begini petani selalu menderita, karena sawah kami kering sementara biaya sewa diesel sangat mahal," tandasnya. Selanjutnya padi yang dibabat secara paksa tersebut menurut Sumidi oleh para petani digunakan sebagai pakan ternak.(mkf/an)