Pesantren Gus Dur Kaji "Ar-Risalah" Imam Syafi’i
NU Online · Kamis, 4 September 2008 | 00:08 WIB
Bulan Ramadhan 1429 H ini Pondok Pesantren Ciganjur pimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengkaji kembali kitab babon Ar-Risalah karya Imam Syafi’i. Pengajian diadakan setiap pagi di masjid Al-Munawwarah, Komplek Yayasan Wahid Hasyim, Jl Warung Sila Ciganjur, Jakarta Selatan, pukul 07.30 WIB, dan diasuh oleh Gus Dur sendiri.
Kitab lainnya yang dikaji adalah At-Tibyan karya Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ary dan Minan Nash ilal Waqi’ karya ulama kontemporer Hassan Hanafi. Pengajian kedua kitab ini juga diasuh langsung oleh Gus Dur. Kitab lainnya adalah Al-Mungkid min adh-Dholal karya Imam Ghozali yang diasuh oleh KH Said Aqil Sirajd (Kang Said) usai shalat shubuh.<>
Kitab lainnya adalah Tafsir Ibnu A’rabi Surat Al-Fatihah karya Ibnu Arabi setiap hari Ahad pagi yang diasuh oleh DR KH Luthfi Zuhdi, Ketua Program Kajian Timur Tengah Pascasarjana UI.
Demikian dikatakan Maftukhan, santri Pesantren Ciganjur yang mengkoordinatori pengajian. Semua pengajian diadakan di masjid Al-Munawwarah yang berada tepat di depan rumah Gus Dur dan di samping bangunan Pesantren Ciganjur.
Pengajian dilakukan dengan sistem bandongan yakni kiai membaca dan menjelaskan isi kitab, sementara santri mendengarkan dan menyimak kitabnya masing-masing. Gus Dur dibantu oleh santri senior yang membacakan kitab, dimaknai kalimat perkalimat seperti di pesantren umunya dengan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia sekaligus. Kemudian Gus Dur memberikan penjelasan per satu pembahasan.
Berbeda dengan pesantren pada umumnya yang mengkaji kitab-kitab klasik atau kita kuning, Pesantren Ciganjur yang berdiri di atas tanah peninggalan orang tua Gus Dur ini juga mengkaji kitab-kitab karya ulama dan pemikir kontemporer sekaligus.
”Kita harus pintar memilah antara pemikiran klasik dan pemikiran sekarang. Beberapa persoalan yang ditampilkan dalam kitab klasik tidak serumit seperti sekarang,” kata Gus Dur di hari pertama pengajian, Senin 1 Ramadhan yang lalu.
Dalam pengajian pertama itu Gus Dur menceritakan kesannya yang sangat mendalam ketika berada di Maroko. Ia menemukan kitab tua yang tersimpan di mosium masjid tua bertajuk Al-Ahlaq karya Ibnu Rusd yang terinspirasi dari seorang filosof Yunani. ”Kalau tidak ada kitab itu mungkin saya sekarang sudah jadi Muslim fundamentalis,” kata Gus Dur.
Usai bandongan, diadakan sesi tanya jawab. Pengajian berlangsung sangat komunikatif karena hanya diikuti oleh sekitar 20 orang santri ditambah beberapa santri yang datang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang ingin mengikuti "pengajian kilat" Ramadhan. Masyarakat sekitar pesantren juga ikut menyimak langsung pengajian itu.
Menurut lurah (istilah untuk ketua) pesantren Muhammad Najib, Pesantren Ciganjur dikhususkan untuk para santri lanjutan yang telah mengenyam pendidikan dasar di berbagai pesantren dan mayoritas saat ini sedang menjalani pendidikan tingkat S1 dan S2 di beberapa kampus di Jakarta. Sementara kurikulum yang diterapkan disepakati sendiri oleh para santri, dan waktu belajar tidak dibatasi. (nam)
Terpopuler
1
Koordinator Aksi Demo ODOL Diringkus ke Polda Metro Jaya
2
Inilah Niat Puasa Asyura Lengkap dengan Latin dan Terjemahnya
3
5 Doa Pilihan untuk Hari Asyura 10 Muharram, Lengkap dengan Latin dan Terjemahnya
4
Khutbah Jumat: Memaknai Muharram dan Fluktuasi Kehidupan
5
Khutbah Jumat: Meraih Ampunan Melalui Amal Kebaikan di Bulan Muharram
6
10 Muharram Waktu Terjadinya 7 Peristiwa Penting Para Nabi
Terkini
Lihat Semua