Perbedaan Hari Raya oleh Kelompok Thariqah Dibahas Khusus
NU Online · Rabu, 11 Januari 2012 | 05:33 WIB
Malang, NU Online
Komisi Bahtsul Masai'il Thariqiyyah dalam Muktamar XI Jam’iyyah Ahlilth Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyah (Jatman) di Pondok Pesantren Al Munawwariyah, Bululawang, Malang, mengagendakan pembahasan mengenai perbedaan penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dulhijjah oleh aliran thariqah tertentu. Perbedaan cara penentuan awal bulan oleh kelompok thariqah ini dianggap sering menimbulkan kerisauan di tengah masyarakat sehingga memerlukan pembahasan khusus.
Pada poin keempat dari delapan masa'il (kasus), dipersoalkan apakah kelompok thariqah tertentu boleh menetapkan awal bulan dengan cara tersendiri, tidak berdasarkan pengamatan hilal atau rukyatul hilal bil fi'li?<>
Menurut Ketua Komisi Bahtsul Masail Thariqiyyah, KH M. Adib Zaen, Jatman sebagai organisasi thariqat-thariqat selaras dengan ketentuan Nahdlatul Ulama (NU) dalam penetapan awal bulan Hijriyah, yakni dengan rukyatul hilal, selanjutnya ditetapkan dalam sidang itsbat bersama Kementerian Agama. Namun pihaknya tidak bisa menindak kelompok tarikat lain yang melakukan penetapan awal bulan dengan caranya sendiri.
"Tarikat Naqsabandiyah (di Sumatera dan Sulawesi yang berbeda dalam penentuan awal bulan) itu kan bagian dari Jatman. Namun mereka mempunyai keyakinan tersendiri mengenai tata cara penetapan awal bulan yang diwariskan secara turun-temurun," katanya.
Ditambahkan, pembahasan mengenai perbedaan cara penentuan awal bulan ini tidak dimaksud untuk menghakimi kelompok thariqah tertentu, tetapi sebagai forum ilmiyah untuk mencari titik temu diantara berbagai aliran thariqah.
Selain pembahasan mengenai penentuan awal bulan Hijriyah, Komisi Bahtsul Masail Thariqiyyah juga akan membahas beberapa persoalan internal dikalangan jama'ah tarekat. Menurut KH M. Adib Zaen, bahtsul masa'il di lingkungan Jatman agak berbeda dengan bahtsul masa'il NU pada umumnya karena dibatasi hanya pada persoalan-persoalan internal thariqat.
Namun selain itu ada yang khas dalam bahtsul masa'il tariqat ini, yakni masa'il yang dibahas dituliskan dalam bahasa Indonesia dengan huruf 'arab pegon'. "Kita mempertahankan kekhasan bahtsul masa'il thariqah," kata KH M. Adib Zaen.
Penulis : A. Khoirul Anam
Terpopuler
1
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
2
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
3
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
4
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
5
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
6
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
Terkini
Lihat Semua