Warta

Peran Khatib Efektif Sadarkan Birokrat

NU Online  ·  Kamis, 26 Agustus 2004 | 07:31 WIB

Jakarta, NU Online
Khatib salat Jumat di instansi pemerintah hendaknya memanfaatkan momentum khutbah sebagai sarana untuk menyentuh birokrat agar bisa tunduk dan patuh pada ajaran-ajaran agama. Mengingat mereka merupakan orang-orang yang memegang tampuk kekuasaan, yang sangat berpengaruh bagi perjalanan bangsa secara menyeluruh.

Demikian dikemukakan aktivis Hai'ah Ta'miril Masajid Indonesia (HTMI) sebuah lembaga di NU yang salah satu programnya adalah pengembangan kualitas manajemen rumah ibadah, Drs Saifudin Asmara, kepada NU Online beberapa waktu lalu.

<>

Saefudin mengingatkan, dalam ajaran Islam setiap birokrat wajib melayani masyarakat dan memudahkan masyarakat dalam memperoleh sesuatu. Karena itu, sudah selayaknya mereka melayani masyarakat. Dengan memanfaatkan fasilitas yang dimilikinya, untuk mempermudah masyarakat memperoleh sesuatu sesuai kebutuhannya. "Jangan sebaliknya masyarakat yang harus mengikut kata birokrat," ujarnya.

Dikatakan, peran khatib dalam menyentuh para birokrat itu sangat efektif. Karena dalam situasi shalat Jumat, orang membutuhkan pencerahan karenanya khutbah yang disampaikan haruslah dengan bahasa-bahasa yang halus, santun dan menyentuh. Ini akan, memasuki relung-relung hati para birokrat.

"Saya yakin kalau setiap khatib, yang menyampaikan khutbah di masjid-masjid milik suatu instansi berjalan dengan efektif dan terarah dalam menyampaikan misi Islam, Insya Allah birokrat di Indonesia akan tersirami dan akan tumbuh subur semangat keislaman dalam melayani masyarakatnya," katanya.

Selama ini kata alumnus fakultas Ushuludin Undar Jombang ini, khutbah Jumat kurang dimanfaatkan secara optimal dalam mengubah perilaku masyarakat yang mendengarkan khutbah di masjid tersebut. Bahkan ada khatib yang asyik dengan persoalan-persoalan di luar lingkup wilayah jamaah. Padahal kalau di masjid milik instansi pemerintah jamaahnya homogen sehingga relatif lebih mudah untuk memberikan sentuhan-sentuhannya.

Sedangkan terhadap khatib yang berkhutbah di masjid-masjid umum, Saefudin mengatakan hendaknya memberikan pesan-pesan kedamaian terhadap masyarakat. Diharapkan menyuarakan perlunya umat Islam, memiliki kepedulian terhadap nasib sesamanya yang menderita, dan tergolong fakir miskin.

Dikatakan dalam situasi seperti sekarang ini, khususnya di saat kesulitan melilit bangsa Indonesia khususnya umat Islam, maka seorang khatib Shalat Jumat hendaknya tidak segan-segan menyuarakan perlunya orang berpunya menolong nasib sesamanya. Itu akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan khutbah yang lainnya. "Karena masih banyak para khatib yang melakukan agitasi dalam khutbahnya, dengan menyerang pihak tertentu bukan malah menyejukan," akunya prihatin.

Untuk itu, lanjut Saefudin, HTMI dalam waktu dekat akan mengadakan pelatihan untuk para khatib. Mereka akan diberikan bekal dan dipersiapkan menjadi khatib yang akan menyampaikan nilai-nilai islam yang damai, toleren dan sejuk dalam khutbahnya. Setelah digembleng mereka akan di sebar di masjid-masjid anggota HTMI, demikian ujar Saefudin Asmara. (cih)