Warta

Peran Amerika di Balik Pemilu Presiden di Indonesia

Jum, 6 Agustus 2004 | 09:23 WIB

Jakarta, NU Online
Bersikap hati-hati dalam pemilihan presiden mendatang merupakan keharusan bagi setiap pemilih. Sebab, jika tidak, Indonesia akan menjadi bagian dari hegemoni Amerika yang nyata-nyata ingin mencengkram  bumi pertiwi dalam genggamannya.

Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari perbincangan NU Online dengan mantan Diplomat H Cholid Mawardi dan analisis Mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), AC Manulang yang kini dikenal  sebagai pengamat inteljen di Asia.

<>

Menurut Cholid yang juga mantan Ketua PBNU itu, Amerika sangat berkepentingan dalam pesta demokrasi pemilihan presiden langsung di Indonesia. Mereka telah menurunkan tim dengan dukungan dana yang tidak terbatas. Amerika, lanjut Cholid, dinilai telah  bertransaksi dengan  salah seorang calon presiden untuk mengamankan kepentingan negerinya di Indonesia.

"Bayangkan, Collin Powel ke Jakarta hanya menemui SBY, menghadap presiden Megawati juga tidak. Ini  mengandung makna tertentu,"katanya. Ia juga mensinyalir telah terjadi deal ekonomi dan politik untuk kepentingan Amerika di Indonesia seperti Freeport, Mobil Oil dan pengamanan selat Malaka. Desas-desus juga menyebutkan, Amerika melalui SBY akan menjadikan sebuah pulau di barat Padang sebagai pangkalan  militer menggantikan Pangkalan Subik.

Sementara itu, AC Manulang  mengatakan, Amerika Serikat (AS) telah jauh-jauh hari menyiapkan calon presiden (capres) dari militer,  Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono.

Karena itu, pemilihan presiden secara langsung yang untuk pertama kali  digelar di Indonesia, tak lepas dari campur tangan Amerika Serikat (AS). Melalui agen intelijennya, CIA, AS ingin agar presiden Indonesia mendatang berasal dari purnawirawan militer.

Menurut mantan Direktur Bakin ini, capres berlatar militer dianggap mampu menjalankan grand strategy global AS, yaitu memberantas terorisme. "Sipil dianggap tidak mampu menindak tegas kelompok Islam radikal, yang oleh Amerika disebut sebagai geng teroris di Indonesia," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis.

Manullang menambahkan, pada pemilu presiden putaran pertama lalu, CIA dihadapkan pada dua pilihan yang imbang, yaitu Jenderal (Purn) Wiranto dan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Keduanya dianggap memahami grand strategy global AS tersebut. Namun belakangan, sebelum masa pencoblosan 5 Juli lalu, Wiranto lebih cenderung mendekati kelompok Islam garis keras. Karena itu, akhirnya CIA mendukung SBY.

"Kenapa Wiranto nggak didukung CIA? Dia itu dekat dengan kelompok Islam, yang oleh Amerika dicap sebagai separatis. Kita lihat hasil pemilu di Pesantren Al-Zaytun, lalu hasil musyarawarah para habib dan kiai dari FPI dan MMI di Gedung Joeang beberapa pekan sebelum pemilu presiden. Jelas sekali, mereka menolak SBY dan mendukung Wiranto. Ini semua dilaporkan anggota CIA ke CIA Pusat di Amerika. Lalu pimpinan CIA menginstruksikan agar Wiranto jangan didukung," ujarnya.

Dengan demikian, tambah Manullang, siapa yang harus didukung CIA sudah jelas, karena tinggal satu calon. Megawati tidak mungkin, karena dianggap telah gagal menjalankan misi CIA. Amien Rais pasti tidak akan didukung CIA, karena dianggap salah satu pimpinan Islam garis keras. Sedang Hamzah Haz, tak pernah masuk pilihan karena pasti tidak akan menang. "Jadi Amerika itu sudah mempersiapkan SBY sejak jauh-jauh hari untuk jadi presiden," katanya.

Doktor sosiologi politik lulusan Universitas Mainz Jerman ini yakin, sebenarnya siapapun yang didukung CIA pasti akan memenangkan pemilu di Indonesia.  Alasan dia, kerja AS sangat profesional. Untuk menjalankan misinya di Indonesia, CIA telah menyusupkan 60 ribu intelijennya di Indonesia sejak sebelum pemilu legislatif lalu. Mereka adalah warga Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan intelijen di luar negeri. Karena itu, keberadaannya sulit dikenali. "Soal ini kan pernah diakui oleh KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu, bahwa ada sekitar 60 ribu intelijen asing di Indonesia," ujarnya.

Lebih lanjut Manullang menilai, siapapun capres yang didukung CIA pasti akan memenangkan pemilu presiden putaran kedua. "Siapa yang akan jadi presiden Indonesia ke depan, sebenarnya namanya sudah ada di tangan Amerika. Kan mereka yang men-setting. Bahkan bukan hanya Indonesia, CIA juga berperan dalam suksesi kepemimpinan nasional di beberapa negara di dunia," ujarnya.

Setelah itu, masih menurut Manullang, presiden yang didukung CIA akan dikendalikan oleh AS. Jika sesudah terpi