Warta

Penyerasian Metode Hisab dan Rukyat

NU Online  ·  Ahad, 29 Juni 2003 | 08:46 WIB

Jakarta, NU Online
Banyaknya metode dalam penentuan hisab dan rukyat harus diserasikan agar dalam penentuan awal bulan Hijriyah bisa terjadi keseragaman. Pernyataan demikian diungkapkan oleh Ketua Umum Lajnah Falakiyah KH Ghozali Masruri dalam pembukaan acara Penyatuan Metode Rukyat dan Rapat Pleno Lajnah Falakiyah di Graha PBNU Lt 5 (28/06).

Saat ini sangat sering terjadi kontraversi mengenai penentuan awal bulan Ramadhan atau hari raya Idul Fitri yang membuat masyarakat menjadi kebingungan karena banyaknya metode yang ada dalam penentuan rukyat, disamping masalah khilafiyah lainnya antara metode hisab dan rukyat.

<>

Kontraversi tersebut cenderung tidak produktif selain ketidakseragaman tersebut juga menyebabkan hari raya Islam baik Idul Fitri maupun Idul Adha menjadi tidak semeriah ketika hal tersebut dapat dilaksanakan secara bersama-sama

Acara yang melibatkan wilayah Lajnah Falakiyah dari seluruh Jawa, Bali, dan Lampung tersebut juga dihadiri oleh Direktur Observatorium Boscha Lembang, Bandung Dr. Moedji Raharto yang menjadi pembicara dalam diskusi permasalahan falakiyah dengan judul "sistem Kalender Islam Perspektif Astronomi" sehingga dapat menambah wawasan para anggota lanjah falakiyah yang sebagian besar ilmunya berdasarkan kibab kuning.

Dalam sambutannya KH Hasyim Muzadi mengatakan bahwa falakiyah merupakan penggabungan dua ilmu yaitu antara ilmu falak dan fikih dan ia menyarankan agar dibangun kesan yang baik tentang rukyat karena selama ini  rukyat dipersepsikaan sebagai cerminan tradisionalisme sedangkan metode hisab merupakan cara yang lebih modern, padahal ini bukan masalah modern dan tradisional. Ini merupakan masalah interpretasi hukum Islam.

Dari pengalaman melakukan kunjungan ke berbagai negara Islam KH Hasyim Muzadi mengatakan bahwa sebagian besar negara Islam juga menggunakan metode rukyat untuk menentukan awal bulan mulai dari Saudi Arabia sampai dengan Iran, sedangkan hisab hanya sebagai alat pembantu.

Perbedaannya mungkin hanya pada siapa yang dianggap berhak melakukan rukyat. Misalnya di Arab Saudi rukyat dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang dianggap memiliki otoritas sedangkan di Indonesia dilakukan oleh anggota berbagai organisasi massa seperti Lajnah Falakiyah NU.

Lajnah Falakiyah sendiri merupakan salah satu lajnah dibawah NU yang secara khusus mengkaji masalah keagamaan yang menyangkut masalah falakiyah. Walaupun kelihatannya kurang menonjol, tetepi disaat-saat tertentu, peran lembaga ini sangat dominan ketika dibutuhkan keputusan penenentuan awal puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Lembaga inilah yang menerbitkan informasi resmi masalah falakiyah NU seperti masalah jadwal waktu sholat, terjadinya gerhana matahari ataupun bulan, dll yang semuanya tersedia dalam kalender yang mereka terbitkan.(mkf)

Â