Warta

Penyebutan 'Kaum Sarungan' Bernuansa 'Meremehkan'

NU Online  ·  Kamis, 25 Maret 2010 | 03:03 WIB

Makassar, NU Online
Penyebutan ‘kaum sarungan’ bagi warga NU yang sering dilakukan para peneliti baik dalam maupun luar negeri lebih bernuansa meremehkan dan tidak sekedar menunjuk kelompok atau elemen masyarakat tertentu. Kaum sarungan sering dimaksudkan sebagai kelompok terbelakang atau ketinggalan zaman.

Menurut peneliti sosial Enceng Shobirin Najd, semestinya kalangan peneliti menyebut warga NU sebagai kaum nahdliyin saja karena istilah ini sudah masyhur di kalangan warga NU sendiri. “Minimal disebut sebagai kaum pesantren saja. Jangan kaum sarungan,” katanya <>kepada NU Online di arena Muktamar, Asrama haji Suding, Makassar, kamis (25/3).

Menurut Enceng yang juga anggota komisi rekomendasi Muktamar ke-32, penyebutan kaum pesantren masih berkonotasi pada satu sub kultur masyarakat tertentu di Indonesia.

Terkait kritiknya terhadap peristilahan “kaum sarungan” yang mencuat kembali menyusul pelaksanaan Muktamar ke-32 kali ini, menurutnya, beberapa peneliti tidak mengikuti dinamikan warga NU dan perkembangannya dalam berbagai sisi, seperti dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dan penyebaran basis ke kota-kota. Para peneliti selalu terpacu pada tesis masa lalu.

Enceng menambahkan, meski kadang juga bermakna peyoratif, namun penyebutkan warga NU sebagai kaum tradisional masih agak tepat.

“Dibandingkan dengan istilah kaum sarungan, saya masih sepakat dengan istilah kaum tradisional. Meskipun kadang dimaknai negatif, tapi tradisional merujuk pada tradisi tertentu yang dijalani warga NU,” kata mantan peneliti LP3ES itu. (nam)