Warta

Penanganan Kasus Haji Harus Konseptual

NU Online  ·  Senin, 9 Februari 2004 | 08:26 WIB

Jakarta, NU.Online
Ketua Umum PBNU, KH.Hasyim Muzadi mengatakan penyelesaian kasus haji hendaknya diselesaikan secara konseptual dan melakukan design yang matang serta komprehensif."Jangan hanya reaktif dan kasuistik, karena jika direaksi tanpa konsepsi penyelesaian, itu nanti hanya akan memindahkan masalah bukan menyelesaikan masalah".

Pernyataan tersebut diungkapkan Hasyim Muzadi dalam kesempatan pertemuan dengan delapan LSM antara lain, KORUP Haji, Maslahat Haji,Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Pusat Hukum dan HAM (PHAM), Lembaga Studi dan Advokasi, serta Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) di Gedung PBNU, Jakarta, Senin (09/2) yang mencoba mengkritisi pelaksanaan ibadah haji di Indonesia selama ini yang menurutnya terjadi penyelewengan luar biasa.

<>

"Konsepi itu harus dimatangkan terlebih dahulu baru kemudian dibahas secara bersama-sama, apakah benar-benar manjadi solusi atau hanya menjadi reaksi saja," katanya. Terutama antara LSM yang bergerak dibidangnya, Depag dan DPR yang membidangi serta pemimpin umat. Sebab, tanpa konsepsi yang matang hanya akan menambah benang kusut persoalan bukan memperbaiki keadaan.

Persolan carut marutnya pelaksanaan ibadah haji, menurut Hasyim telah berjalan puluhan tahun, hanya belakangan ini kambuh lagi, kemudian dipakai "triger" untuk melakukan reformasi, "artinya bukan sesuatu yang baru terjadi," katanya.

Lebih jauh Hasyim menandaskan, masalah haji tidak berdiri sendiri, bukan hanya masalah Depag semata, karena dalam masalah haji terikut masalah bisnis sehubungan dengan adanya pelaksanaan haji. Tidak hanya masalah agama tetapi masalah bisnis pelaksanaan haji yang juga melibatkan banyak pihak baik transparan maupun yg tidak transparan. "yang transparan itu yang dilegalisasi dari Depag, yang tidak transparan adalah mereka yang berebut rezeki dengan melakukan kegiatan-kegitan yang tercover dan belum tentu itu independensi dari Depag," paparnya.

Dari sinilah kemudian timbul sindikasi yang membuat manajemen haji berantakan. "orang yang bekerja di dalam bisnis ini mungkin tidak terdeteksi secara formal dan mempunyai pengaruh yang kuat," katanya. Orang itu bisa berada pada tingkat pengusaha, bisa juga pada tingkat birokrasi, baik pada departemen, pada bawahan atau atasan departemen. Kemudian sindikasi itu juga bukan hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga bisa terjadi di Arab Saudi, "karena manajemennya sebagian diurus di Indonesia dan sebagian diurus di Saudi. jadi ada kait mengkait baik secara formal maupun non formal," tambahnya.

Ditanya soal pengalihan haji kepada Swasta, Hasyim mengatakan itu bukan solusi yang tepat. Persoalannya bukan di kelola oleh swasta atau Depag tetapi karena belum adanya system yang terintergrasi dan transparan dalam soal haji. "Dulu haji ini dipegang swasta ada PT Arafat, PT Mualim, akhirnya juga terjadi penyelewengan yang luar biasa juga. Kemudian diambil alih oleh pemerintah, setelah diambil alih oleh pemerintah, mungkin ada beberapa kelemahan-kelemahan tapi tidak usah balik kepada situasi lama yang ternyata gagal. "Jadi harus mencari sintesa yang pernah ada di indonesia untuk kemudian dikembangkan menjadi system yang akuntabel," imbuhnya. (cih)