Warta

Pemuka Agama Setuju Aborsi Sebagai Alternatif

NU Online  Ā·  Kamis, 26 Agustus 2004 | 10:33 WIB

Jakarta, NU Online
Kalangan pemuka agama menyetujui aborsi sebagai solusi alternatif pada kasus kehamilan yang mengancam keselamatan jiwa ibu. Keselamatan ibu dinilai lebih penting, karena sebagai individu dewasa, ibu memiliki berbagai bentuk tanggung jawab yang tidak dimiliki janin.

Demikian disampaikan secara terpisah Ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Nathan Setiabudi, pengasuh pondok pesantren Dar al Tauhid Arjawinangun KH Hussein Muhammad, dan Ketua Umum Fatayat Nadlatul Ulama (NU) Maria Ulfah Anshor di Jakarta, Rabu (25/8).

<>

Menurut Maria Ulfah Anshor, baik aborsi maupun tingginya angka kematian ibu akibat aborsi tak aman, merupakan masalah kemanusiaan yang sama-sama mengancam kehidupan. Dalam menghadapi dilema tersebut, lanjut Maria, solusi yang ditawarkan oleh fikih adalah mengambil pilihan yang berisiko paling kecil.

ā€Salah satu kaidah fikih menyatakan jika berhadapan dengan dua keburukan yang sama-sama membahayakan, ambillah risiko yang paling kecil dengan menghindari risiko yang lebih membahayakan,ā€ ujarnya.

Sehari sebelumnya, Maria mendapatkan penghargaan Saparinah Sadli untuk penelitiannya yang berjudul Fiqh Aborsi Alternatif untuk Penguatan Hak-hak Reproduksi Perempuan. Penelitian itu merupakan kajian kepustakaan tentang pandangan-pandangan ulama fikih mengenai aborsi dari empat mazhab besar dalam agama Islam, yaitu Hanafiyah, Syafiiyah, Hambaliyah, dan Malikiyah.

Jalan Terakhir

Pandangan tak jauh berbeda disampaikan Nathan Setiabudi, ketika dihubungi secara terpisah. Menurut Nathan, aborsi merupakan jalan terakhir yang hanya ditempuh jika kehamilan mengancam keselamatan jiwa ibu.Ā  ā€Aborsi merupakan jalan terakhir, bukan pilihan pertama, karena aborsi bisa dianggap sebagai pembunuhan yang sebenarnya tak boleh dilakukan. Tetapi pada kasus tertentu, pada saat jiwa ibu terancam, jiwa ibu itu harus diprioritaskan,ā€ ujar Nathan.

Aborsi yang ditempuh untuk menghindari stigma buruk masyarakat terhadap kehamilan di luar pernikahan, lanjut Nathan, merupakan tindakan yang kurang bertanggung jawab. Tekanan sosial dari masyarakat, menurutnya, adalah faktor eksternal yang tidak mengancam keselamatan jiwa ibu. Karena itu, hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan aborsi.

Sementara itu, KH Hussein Muhammad mengatakan bahwa ajaran agama perlu dipahami secara kontekstual dan terbuka. Ajaran agama Islam yang kini banyak dianut di Indonesia, lanjutnya, bersumber dari ajaran mazhab Syafi’iyah.

Mazhab itu pula yang mengatakan bahwa aborsi hanya bisa dilakukan jika usia janin kurang dari 40 hari. Tetapi, lanjut Hussein, sebenarnya ada ajaran berbeda dari mazhab-mazhab lain yang seharusnya juga digunakan sebagai bahan perbandingan mengenai masalah aborsi.

Seperti diberitakan sebelumnya, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia tergolong tinggi, yaitu mencapai 373 per 100.000 kelahiran hidup. Sebelas persen di antara kematian itu, terjadi akibat aborsi tak aman. Tingginya tingkat kematian akibat aborsi tak aman itu menimbulkan perdebatan mengenai diakui atau tidaknya hak perempuan untuk melakukan aborsi, serta untuk mendapatkan pelayanan medis yang memadai jika memilih melakukan aborsi. (sp/cih)