Jakarta, NU Online
Baru sehari Pemilu Presiden diselenggarakan, namun berbagai masalah sudah menumpuk. Hal ini membuktikan bahwa KPU belum profesional dalam mengurus pemilu. Kekurangan tersebut diharapkan menjadi pelajaran bagi KPU untuk mengantisipasi segala kemungkinan 'eror' yang terjadi di masa mendatang.
Salah satu kekurangan yang menciderai pemilu kemarin adalah terjadinya pencoblosan dalam keadaan kertas suara terlipat sehingga menembus halaman judul. Hal ini menimbulkan perdebatan di banyak tempat. Pada mulanya ketua PPS menyatakan kertas suara dengan kondisi seperti itu adalah rusak, namun kemudian ada edaran dari KPU yang menilai coblosan segaris, diangap sah. Namun, edaran nomor 1152/15/VII/2004 tersebut tidak diterima di semua TPS seketika, sehingga kegaduhan terjadi di banyak tempat.
<>Permasalahan seperti ini seharusnya sudah diperhitungkan KPU, jauh hari sebelum Pemilu Presiden. KPU dengan percaya diri menyatakan tidak akan ada masalah. Mereka yakin, persoalan pada pemilu legislatif lalu tidak akan terjadi lagi.
Kasus ini akan menjadi materi persengketaan tersendiri. Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, meski sepele, seharusnya tidak perlu terjadi, jelasnya ketika menerima Direktur Eksekutif KIPP Ray Rangkuti, Selasa, di Jakarta.
Tapi dengan masih adanya kasus seperti itu membuktikan KPU tidak profesional, dan tidak mengantisipasi segala kemungkinan 'eror' yang terjadi.
Selain "error" serentak dalam teknis pencoblosan, juga terjadi keterlambatan dalam pengiriman kotak suara dan kertas suara, sehingga banyak daerah yang harus mengadakan pemilu susulan karena menunggu logistik pemilu lengkap.
Waktu itu KPU bahkan sampai meminta presiden mengeluarkan keputusan. Langkah itu dilakukan karena KPU takut menuai gugatan akibat keterlambatan logistik pemilu yang menyebabkan digelarnya pemilu susulan. Kemudian juga penghitungan dengan jaringan komputer yang dihentikan sebelum pengitungan suara final.
Namun KPU seperti tidak belajar dari pengalaman. Dalam pemilu 5 Juli kemarin, masih banyak ditemukan ketidak profesionalan KPU. Salah satunya adalah tinta pemilu yang mudah hilang. Di beberapa tempat ditemukan bahwa tinta pemilu bisa dihilangkan dengan membasuh dengan air dan sedikit digosok.
Ini terjadi antara lain di Kemang Pratama Bekasi, Wanaherang Gunung Putri Bogor, TPS 53 kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Tangerang Banten, dan TPS 28 BSD Sektor 14-5 Kompleks Nusaloka kelurahan Rawa Mekar Jaya kecamatan Serpong Tangerang Banten. Tentunya tinta yang mudah luntur ini bisa dimanfaatkan orang untuk memilih dua kali.
Ketika dikonfirmasi mengenai hal itu, Ketua KPU Nazarudin Samsudin mengatakan, tinta gampang luntur yang digunakan coblosan pilpres adalah buatan lokal, bukan impor seperti pada pemilu legislatif 5 April lalu. Ia juga mengatakan perusahaan pembuatnya akan dicap hitam seumur hidup.
"Saya baru menerima laporan dari Bandung dan Jakarta bahwa di beberapa TPS ada kejadian seperti itu. Tapi tidak di semua TPS. Buktinya punya saya bagus," jelas Nazar di Yogyakarta, kemarin.Hanya itu, jawabannya, padahal permasalahan jelas tidak sesederhana itu.(MA/bbs)
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
4
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
5
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua