Warta

Pemerintah Diminta Jelaskan Dana Asal BLT

Ahad, 14 Juni 2009 | 10:38 WIB

Jakarta, NU Online
Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan) meminta pemerintah menjelaskan asal dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk masyarakat miskin karena jika benar berasal dari utang luar negeri maka dapat disesalkan.
   
"Upaya program untuk menghilangkan kemiskinan yang digembar-gemborkan itu, justru akan menambah angka kemiskinan lagi, bahkan generasi masa depan harus menanggung utang," kata Sekjen Pakar Pangan Jackson Kumaat di Jakarta, Sabtu, menanggapi pernyataan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution di MPR/DPR Selasa (9/6), bahwa dana BLT untuk rakyat, ternyata dari pinjaman asing dengan bunga antara 12-13 persen.<>
  
"Pemerintah harus menjelaskan dengan jujur, dari mana sumber dana BLT," katanya.

Menurut Jackson, utang luar negeri di masa pemerintahan SBY-JK dari tahun 2004-2009 ini mencapai Rp 400 triliun.
  
"Kami prihatin, uang BLT ternyata dari utang luar negeri dengan bunga yang sangat besar," kata Jackson yang juga anggota tim sukses Mega-Prabowo. Lebih lanjut ia mengungkapkan, jika program BLT yang diambil dari dana pinjaman luar negeri, maka bunganya secara tak langsung akan dibebankan kepada rakyat.
   
"Ini bukan mengentaskan kemiskinan, tapi malah menambah kemiskinan khususnya bagi generasi di masa mendatang," ujar dia.
  
Jackson juga menyatakan, program BLT yang dilakukan pemerintahan saat ini, dinilai sebagai pembodohan dan menambah kemiskinan. "Jangan sampai bangsa Indonesia masuk ke jurang kemiskinan. Ini adalah musuh kita bersama," tegasnya lagi.
  
Program BLT dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
  
Sebelumnya anggota tim sukses SBY-Boediono bidang ekonomi Chatib Basri dan Raden Pardede mengatakan, dana BLT berasal dari pengalihan subsidi BBM dan bukan berasal dari utang luar negeri.
      
"Pembiayaan BLT dari penghematan subsidi BBM, hanya relokasi dana yang sudah ada di anggaran. Kalau dana BLT dari utang pernyataan itu tidak benar," kata Chatib.
      
Ia menjelaskan BLT mulai dilakukan sejak 2005 setelah adanya pengurangan subsidi BBM yang mengakibatkan kenaikan harga jual bahan bakar minyak.
      
"Besarnya Rp300.000 per tiga bulan karena idenya adalah subsidi BBM yang kurang tepat jika untuk kalangan menengah atas. Dampak kenaikan perlu diperhatikan, jadi yang tepat dana diberikan pada penduduk miskin," tegasnya.
  
Chatib mencontohkan untuk kasus kenaikan BBM 2008 dengan kenaikan harga 30 persen maka diperoleh penghematan anggaran sebesar Rp32,8 triliun.
  
Dari angka tersebut, sejumlah Rp4,4 triliun dialokasikan bagi beras warga miskin dan program ketahanan pangan. Sejumlah Rp14,1 triliun dialokasikan bagi BLT untuk 19,1 juta kepala keluarga sasaran yang tergolong miskin dan hampir miskin.
      
"Sejumlah Rp11,7 triliun dialokasikan bagi penutupan defisit anggaran dan Rp2,6 triliun dialokasikan bagi cadangan risiko fiskal," kata Chatib yang didampingi oleh Raden Pardede. (ant/mad)