Sumenep, NU.Online
Apa yang menjadi topik pembicaraan bila perempuan diharuskan bicara soal politik ? jawabannya sudah pasti soal bagaimana peran perempuan dipentas politik serta soal jatah yang harus diwakili perempuan baik dalam legislatif maupun jabatan eksekutif. Hal diatas terkuak dalam seminar tentang pendidikan politik bagi masyarakat Nahdliyin pada hari Sabtu, 25 Oktober lalu bertempat di hotel Utami Sumenep.
Seminar yang diselenggarakan dalam rangka harlah dan rajabiyah NU ke 80 oleh PCNU Sumenep tersebut mendatangkan narasumber Ny.Hj. Maria Ulfa, Ketua Umum PP.Fatayat NU. Dalam uraiannya, Maria Ulfa menjelaskan, kuota 30% dalam lembaga legislatif sebagaimana diatur dalam UU Pemilu harus direbut. Oleh karena itu kaum perempuan harus bisa memberdayakan dirinya sendiri agar memiliki kualitas yang baik dan mampu bersaing serta menunjukkan kemampuan yang sama dengan kaum pria.
<>Menurut sekretaris eksekutif LSM Puan Amal Hayati yang diketuai Ny.Hj. Sinta Nuriyah (istri KH.Abdurrahman Wahid) ini hal ini cukup wajar mengingat 51% warga Indonesia adalah kaum perempuan. Oleh sebab itu, lanjut Maria Ulfa, persoalan keterwakilan kaum perempuan di legislatif sudah pada takaran yang cukup mendesak. Ia juga meminta supaya partai politik peserta pemilu mendatang tidak mengabaikan kuota 30% ini agar tidak dianggap sebagai partai yang tidak mempedulikan perempuan apalagi mejadi partai yang kekurangan suara karena tidak didukung kaum perempuan.
Acara yang dipandu oleh ketua Fatayat NU Sumenep, Ny.Hj. Honnaniyah ini berlangsung meriah dengan dihadiri tidak kurang dari 150 peserta. Undangan yang terdiri dari pengurus MWC NU, Banom dan Lembaga dilingkungan PCNU Sumenep serta dari kalangan akademisi, pondok pesantren, legislatif, eksekutif, serta tokoh-tokoh partai terlihat dengan serius mengikuti acara sampai berakhir.
Apalagi tema yang diangkat Maria Ulfa sangat menarik. Namun tidak seluruh kalangan perempuan yang hadir mengikuti seminar lantas setuju dengan pendapat narasumber. Bahkan beberapa diantaranya justru mempertanyakan soal kuota 30% yang dianggapnya sebagai pelecehan terhadap kaum perempuan karena bisa-bisa ditafsirkan sebagai meminta-minta jatah untuk duduk di kursi dewan, bukannya karena kapasitas dan kapabilitas perempuan itu sendiri.
Menanggapi seminar, ketua PCNU Sumenep, K.Ilyasi Siraj,SH M.Ag yang juga hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan kepada NU.Online bahwa beragamnya tanggapan peserta terutama dari kalangan perempuan setidaknya menyiratkan bahwa perempuan di Sumenep telah mengalami pemberdayaan dan mampu ‘bicara berani’ dihadapan laki-laki. Tinggal bagaimana melanjutkan pemberdayaan ini tidak cuma diranah politik tapi juga diwilayah lainnya.
Lain lagi tanggapan ketua panitia Harlah, KH.Abd.Rahem Usymuni, bahwa persoalan-persoalan yang aktual dan kontekstual semacam seminar ini perlu terus diadakan. Ketika ditanyakan NU.Online kenapa seminar ini bertema politik, pengasuh PP.Tarate ini menjawab bahwa ini sebagai bagian pendidikan politik bagi masyarakat khususnya warga nahdliyin Sumenep menghadapi pemilu tahun depan. Apa bukan karena dana kegiatan dibantu oleh salah satu parpol ? menjawab pertanyaan NU-online, kyai kharismatik ini secara diplomatis menanggapi bahwa posisi NU tidak kemana-mana, tapi ada dimana-mana. Jadi siapapun yang ikut membesarkan NU Sumenep akan dibantu oleh NU. (Kd-sumenep/hid)
Terpopuler
1
PPATK Tuai Kritik: Rekening Pasif Diblokir, Rekening Judol Malah Dibiarkan
2
Munas Majelis Alumni IPNU Berakhir, Prof Asrorun Niam Terpilih Jadi Ketua Umum
3
Bendera One Piece Marak, Sarbumusi Serukan Pengibaran Merah Putih
4
Gelombang Tinggi di Cianjur Hantam 67 Perahu Nelayan, SNNU Desak Revitalisasi Dermaga
5
Hadiri Haul Buntet 2025, Ketum PBNU Tegaskan Pesantren Punya Saham dalam Tegaknya NKRI
6
Alumni IPNU Harus Hadir Jadi Penjernih dalam Konflik Sosial dan Jembatan Antarkelompok
Terkini
Lihat Semua