Warta

PBNU Minta Pemerintah Serius Atasi Ledakan Tabung Gas

NU Online  ·  Jumat, 9 Juli 2010 | 04:09 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Muhammad Maksum meminta agar pemerintah serius dalam menangani persoalan terus terjadinya ledakan tabung gas tiga kilogram karena ini menyangkut masalah korban nyawa.

Selama tiga tahun konversi gas ini sudah terjadi 189 kasus ledakan, 61 kali di tahun 2008, 50 kali di tahun 2009 dan tahun sampai pertengahan tahun 2010 ini sudah terjadi 79 kasus. Dari jumlah tersebut, terdapat sejumlah nyawa melayang selain cacat fisik yang harus ditanggung seumur hidup.<>

“Kalau berbicara soal nyawa, tak ada toleransi terhadap satu korban nyawapun,” katanya kepada NU Online, Jum’at (9/7).

Ia menilai upaya konversi dari minyak tanah ke gas yang dilakukan secara terburu-buru dalam skala nasional banyak terjadi kelemahan, baik menyangkut masalah teknis menyediaan peralatan maupun masalah kesiapan sosiokultural.

Konversi gas ini dilakukan dalam waktu yang cepat sehingga banyak dilakukan impor tabung karena kapasitas produksi dalam negeri tidak memadai. Peralatan pendukung lain seperti regulator dan selang juga banyak disubkontrakkan sehingga standarnya tidak jelas, akibatnya terdapat kemungkinan moral hazard dalam pengadaan ini yang sangat rawan menimbulkan kecelakaan.

Dari aspek sosiobudaya, masyarakat yang sebelumnya terbiasa memasak dengan kayu bakar atau minyak tanah tiba-tiba diharuskan beralih menggunakan kompor gas, yang memiliki persyaratan dan kesadaran keamanan yang lebih tinggi dari pemakainya.

“Ada masalah dipaksa untuk segera beralih pada teknologi baru dan tidak ada pilihan, yang tadinya pakai kayu dan sekali tempo memakai minyak tanah tiba-tiba mendapat pembagian kompor gas gratis tanpa sosialisasi penggunaan yang memadai,” terangnya.

Persoalan ini ditambah lagi dengan adanya differensiasi harga yang tinggi antara gas bersubsidi dalam tabung tiga kilogram dengan tabung gas berisi 12 kilogram. Akibatnya banyak terjadi upaya ngakali supaya memperoleh selisih harga yang tinggi, dengan menyuntikkan gas dari tabung bersubsidi ke yang non subsidi, padahal ini sangat berbahaya.

Ia berharap agar pemerintah tak menyelesaikan persoalan ini sepotong-sepotong, tetapi harus dilakukan upaya pemetaan persoalan secara komprehensif, baik dari aspek teknis maupun sosial. “Belum-belum pemerintah sudah mengganti selang, apa benar persoalannya hanya disitu saja,” tandasnya.

Ia mencontohkan, ditemukan ribuan tabung rusak, tentu ini tak selesai dengan pemberian selang baru. Kalau pun persoalan selang baru selesai, ada persoalan sosial yang harus diatasi.

“Kelayakan teknis dan kelayakan kultural menjadi prasyarat untuk kebijakan apapun, tidak hanya berkenaan dengan konversi gas, apapun itu. Implikasi teknis, struktural, kultural, maupun aspek moralitasnya. Sebagai NU kita mengingatkan betul ada potensi moral hazard yang bukan main disana,” ujarnya.

Keprihatinan NU disini terkait terutama dengan kepentingan sosiokultural karena yang menjadi sebagian besar merupakan warga NU. Jangan sampai berbagai kelemahan ini dimanfaatkan oleh para broker untuk kepentingan ekonomi dengan mengorbankan nyawa rakyat.

Namun demikian, ia menegaskan, tak perlu kembali dengan kebijakan kembali ke minyak tanah. Berbagai kelemahan yang ada harus segera diperbaiki secara tuntas agar tidak menimbulkan korban yang lebih banyak. (mkf)