Warta

PBNU Minta MUI Tunggu Kejaksaan jika Keluarkan Fatwa

Kam, 3 Januari 2008 | 10:19 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa berkoordinasi terlebih dahulu dengan lembaga negara terkait. Demikian pula bila MUI hendak mengeluarkan fatwa berkaitan dengan kasus tertentu, sebaiknya menunggu selesainya proses di Kejaksaan.

“Sebaiknya, MUI jangan keluarkan fatwa terlebih dahulu sebelum kejaksaan menyelesaikan perkaranya,” ujar Hasyim. Ia mengatakan hal itu kepada wartawan usai menjadi pembicara utama pada seminar bertajuk Tahun 2008 Tanpa Kekerasan, Bersama dalam Damai di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (3/1).<>

Hasyim menilai, selama ini, lembaga-lembaga negara seakan berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi, seperti halnya antara MUI dengan Kejaksaan. Akibatnya, justru kondisi tersebut membuka peluang bagi terjadinya tindakan kekerasan terhadap kelompok tertentu, seperti yang terjadi belakangan ini.

Demikian pula yang terjadi pada aparat kepolisian. Ia menilai, aparat keamanan tersebut kurang cekatan dalam merespon bila muncul potensi-potensi konflik dan kekerasan. “Akhirnya, yang terjadi ‘masuk angin’. Kekerasan yang tidak dapat dicegah, memperlemaha upaya perdamaian itu,” katanya.

Ia mencontohkan kasus penyerangan sejumlah massa terhadap jamaah Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Aksi brutal yang dinilai sebagian kalangan sebagai akibat fatwa sesat yang dikeluarkan MUI itu, lebih merupakan ketidaksigapan aparat keamanan.

“Fatwa MUI itu sudah ada sejak lama, sejak tahun 1980. Tapi, kenapa baru terjadi tindakan kekerasan terhadap Ahmadiyah. Ada apa ini?” terang Presiden World Conference on Religions for Peace.

Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu mengimbau kepada masyarakat Indonesia agar mewaspadai pengaruh-pengaruh asing, seperti halnya gerakan politik transnasional. Menurutnya, sejumlah aksi kekerasan di Tanah Air akhir-akhir ini, tidak terlepas dari kondisi politik global.

Ia berpendapat, beberapa gerakan politik yang berhaluan transnasional, menemukan ‘lahan subur’ di Indonesia. Semua itu terjadi sebagai akibat semangat kebebasan berdemokrasi yang berkembang di Indonesia yang tak terkendali.

“Sekarang ini, di Indonesia, demokrasi dan ego-isasi berjalan seiring. Gerakan politik transnasional masuk dan menggeser keyakinan terhadap Republik ini,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, itu. (rif)