Otonomi daerah yang memberikan kewenangan luas bagi gubernur dan bupati untuk mengelola daerahnya, termasuk dalam aspek perburuhan turut memperburuk kondisi perburuhan yang sampai sekarang masih memperihatinkan.
Ketua Umum Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) H. Junaidi Ali mengemukakan desentralisasi ini menyebabkan tidak adanya integrasi dalam penanganan masalah perburuhan karena masing-masing level dinas perburuhan bertanggung jawab kepada kepala daerahnya, bukan pada menteri tenaga kerja dan transmigrasi.<>
“Antara dinas tenaga kerja tingkat satu dan dua tidak nyambung dengan pusat karena dia bawahannya gubernur dan bupati, meskipun namanya tetap depnaker,” katanya kepada NU Online baru-baru ini.
Disisi lain, ketika menghadapi sebuah persoalan, buruh larinya ke tingkat pusat, padahal persoalan tersebut berada di daerah. Karena itu, Sarbumusi bersama beberapa serikat buruh lainnya mengusulkan revisi UU No 25 tahun 1999 tentang otonomi daerah, namun sejauh ini belum diterima.
Junaidi menuturkan ketaatan pengusaha dalam memenuhi hak-hak buruh saat ini juga lebih rendah dibandingkan masa pemerintahan orde baru yang sentralistik. Saat ini para pengusaha cenderung melanggar dan menggunakan jalur pengadilan jika terjadi perselisihan.
“Kalau dilihat dari akumulasi tuntutan, banyak sekarang pelanggarannya. Mengapa, karena tak ada ketaatan. Pengusaha dulu takut pada bupati atau ketua Golkar. SPSI mesti dari Golkar. Negosiasi cukup bipartit saja. Unjuk rasa juga banyak sekarang. Dulu sebelum diminta sudah dilaksanakan,” ujarnya.
Namun, jika dilihat dari aspek kebebasan, saat ini ruang untuk berekpresi jauh lebih luas. Sayangnya serikat buruh belum mampu memberikan pembelajaran yang memadai kepada buruh. Baru sekitar 40 persen pabrik yang ada serikat buruhnya. Dan yang ikut pun belum semuanya terjamah.
“Ukuran buruh itu perut, yang penting saya cukup, belum sampai mereka berbicara tentang hak warganegara. Lha perut saja belum selesai kok, baru kemudian otak. Dan terus terang saya kasihan, saat masyarakat sudah bicara tentang civil society, buruh belum. Keterbelakangannya masih jauh. Ini yang saya prihatinkan,” tandasnya.
Untuk meminimalisir keadaan itu, Sarbumusi kini setiap minggunya mengadakan kelas pembelajaran bagi anggotanya agar mereka tahu aturan perburuhan secara lengkap, bagaimana melakukan advokasi ditambah pengetahuan kewarganegaraan. (mkf)
Terpopuler
1
PPATK Tuai Kritik: Rekening Pasif Diblokir, Rekening Judol Malah Dibiarkan
2
Munas Majelis Alumni IPNU Berakhir, Prof Asrorun Niam Terpilih Jadi Ketua Umum
3
Bendera One Piece Marak, Sarbumusi Serukan Pengibaran Merah Putih
4
Gelombang Tinggi di Cianjur Hantam 67 Perahu Nelayan, SNNU Desak Revitalisasi Dermaga
5
Jadwal Puasa Sunnah Sepanjang Agustus 2025, Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh
6
Hadiri Haul Buntet 2025, Ketum PBNU Tegaskan Pesantren Punya Saham dalam Tegaknya NKRI
Terkini
Lihat Semua