Warta

Ny Sinta Nuriyah: Pelaku Kekerasan Pada Perempuan Harus Dihukum Berat

NU Online  ·  Senin, 19 Mei 2003 | 16:18 WIB

Jakarta, NU Online
Banyaknya kasus pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan saat ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Kasus ini menimpa mulai dari anak-anak sampai dengan nenek-nenek dan selama ini hukuman yang ditimpakan kepada para pelaku cenderung ringan padahal bagi para korban, hal ini bisa menjadi trauma yang berkepanjangan, bahkan bisa seumur hidup.

Ny Hj Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid pada penutupan lokakarya pendampingan kekerasan terhadap perempuan oleh Yayasan Puan Amal Hayati, di Pondok Pesantren Al Falah Putri, di Desa Ampel, Kecamatan Wuluhan, Jember, (17/5).mendesak pemerintah atau pengadilan agar memberi hukuman yang berat kepada para pelaku kejahatan pemerkosaan tanpa memandang asal-usul dan latar belakang si pelaku.

<>

"Kami menginginkan supaya para pelaku pemerkosaan itu atau pelaku kekerasan terhadap perempuan dijatuhi hukuman maksimal atau 12 tahun, karena selama ini ganjaran yang dijatuhkan kepada pemerkosa masih terlalu ringan," kata Ny Shinta Nuriyah.

Sebagai usaha untuk membantu para korban kekerasan terhadap perempuan, termasuk korban perkosaan Yayasan Puan Amal Hayati melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Pemerintah Kabupaten Jember, Polres, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, RSUD dr Soebandi, dan Pondok Pesantren Nurul Islam.

"Jika suatu ketika ada kasus pemerkosaan di daerah ini, maka dengan women crisis center ini penanganannya akan menjadi lebih baik. Ini akan menjadikan korban perkosaan lebih berani melapor ke polisi agar mendapatkan perlindungan secara hukum maupun medis," kata mantan ibu negara itu.

Penderitaan korban perkosaan sangat berat sehingga 80 persen akan mengalami PTSD (post traumatical stress disorder, DSM 4) stres pascatrauma yang mengacaukan jiwanya. Awalnya dapat terjadi syok, panik, dibebani muatan emosi yang berat seperti malu, takut dan depressi

Ciri lain dari sindroma stres pasca perkosaan adalah menghindar dari berbagai stimuli yang menjurus ke kejadian itu, baik pemikiran maupun percakapan. Hingga tidak mengherankanlah dari sekian banyaknya korban, tidak ada yang melapor kepada polisi. Jadi terdapat kemungkinan besar bahwa korban perkosaan tidak melapor. Mereka justru lebih suka menyimpan sendiri kesedihannya. Dari luar hanya tampak ia jadi pemurung, tidak seceria dulu lagi.
 
Kondisi kekerasan terhadap perempuan tidak hanya dialami oleh wanita dewasa. Kondisi kemerosotan ekonomi dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia menyebabkan arus perdagangan anak perempuan dari sejumlah wilayah di Indonesia melonjak dengan tajam dalam lima tahun terakhir.Sehingga tidaklah terlalu mengejutkan kalau selama dua tahun berturut-turut Komisi Hak Asasi Manusia PBB memasukkan Indonesia dalam daftar hitam sebagai negara yang tidak melakukan tindakan apa-apa untuk menghapuskan perbudakan dan perdagangan manusia.

Selain itu kasus perdagangan anak-anak tidak dianggap sebagai sebuah kejahatan besar di Indonesia. Pasal 297 KUHP yang mengatur masalah ini hanya mengancam dengan vonis maksimal 4 tahun.Padahal di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat kasus seperti ini dianggap sebagai sebuah kejahatan besar dimana pelakunya bisa mendapat vonis penjara di atas 15 tahun. (hm/kcm/mkf).

Â