Warta

NU-Muhammadiyah Harus Mulai Gerakan Anti Korupsi Secara Internal

NU Online  ·  Rabu, 3 Desember 2003 | 01:37 WIB

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah akan mengirim surat kepada anggotanya yang duduk di eksekutif, yudikatif, dan legislative untuk mengimbau agar tidak melakukan korupsi. Tindakan itu sebagai tindak lanjut Gerakan Anti-Korupsi yang telah dideklarasikan kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu beberapa waktu lalu.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (2/12) kemarin. Rapat dipimpin Ketua Komisi VI Taufikurrahman Saleh dari FKB.

<>

Lebih lanjut KH Hasyim Muzadi, yang akrab dipanggil Cak Hasyim, menjelaskan, gerakan anti korupsi NU-Muhammadiyah boleh dibilang sebagai gerakan nekad. Sebab aparat dan perangkat fungsional saja sulit memberantas korupsi yang sudah pada tahap force majeur di Indonesia. “Saking rumitnya, wajar kalau banyak kalangan meragukan efektifitas yang dilakukan NU-Muhammadiyah. Namun sebagai umat beragama kita tidak diwajibkan berhasil tapi diwajibkan melakukan upaya optimal. Ada daerah hukum kausalitas yang harus kita lakukan dan ada rahasia Tuhan di mana Dia akan memenangkan kebenaran,” tendas Cak Hasyim.

Sekuat tenaga, lanjut Cak Hasyim, NU-Muhammadiyah akan memaksimalkan kelebihan-kelebihan masing-masing untuk dapat digunakan memberantas korupsi. Gerakan yang dilakukan NU-Muhamadiyah adalah gerakan yang tidak dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan penegak hukum lainnya. “Wilayah NU-Muhammadiyah hanya pada gerakan moral. Tidak pada eksekusinya,” kata pengasuh pondok pesantren mahasiswa Al Hikam, Malang, ini.

Diakui Cak Hasyim, gerakan tersebut merupakan mission impossible. Baru “mungkin” kalau ada “biiznillah” (mendapat izin Allah). Untuk mendapat izin Allah diperlukan syarat-syarat tertentu, seperti keihlasan, keteladanan, kesungguhan, keberanian, dan kepandaian. “Sehingga kalau NU-Muhammadiyah gagal berarti sempurna sudah bangsa ini gagal memberantas korupsi. Kita tinggal menunggu apakah kita masuk negara yang mampu bangkit ataukah hancur karena korupsi yang tidak bisa diberantas,” tegas Cak Hasyim.

Ditambahkan, ketika Syafii Ma’arif mengajak NU melakukan gerakan anti korupsi, pertanyaannya adalah apakah Syafii dan Kiai Hasyim Muzadi siap dan berani dihukum paling dahulu jika ternyata melakukan korupsi. “Pak Syafii mengatakan OK dan siap, asal kita jalankan gerakan ini bersama-sama,” ungkap Cak Hasyim.

Rententan kegiatan ini akan mengerahkan seluruh kemampuannya dan berteriak bersama-sama untuk kampanye anti korupsi. Gerakan ini juga sudah disambut antusias oleh lintas agama. Tokoh Kristen seperti Romo Kardinal Darma Atmaja, Dr Andreas dan sebagainya siap mendukung.

“Sehingga kita berharap setiap beduk masjid dan lonceng gereja bunyi semua akan teriak anti korupsi. Semua menggerakkan anti korupsi sehingga kalau gerakan ini terus menggelinding Insya Allah akan berhasil,” paparnya.

Dikatakan Cak Hasyim, kalau gerakan moral sudah tercipta, gerakan ini akan “oprak-oprak” perangkat hukum yang ada sehingga menjadi daya tekan bagi aparat penegak hukum untuk segara melakukan tindakan terhadap para koruptor.

“Itu pun tidak cukup. Harus didukung oleh kebijakan pemerintah. Negeri kita tidak melakukan itu hingga hari ini. Dan itu baru mungkin kalau ada pimpinan yang bersih dan komit terhadap pemberantasan korupsi. Dan kita tidak punya Zhu Rongji seperti di Cina,” tutur Cak Hasyim.

Sementara itu, ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan hal serupa. Sekjen MUI itu mengatakan, gerakan tersebut tidak berpretensi menyelesaikan seluruh masalah korupsi. Oleh karena itu, kita berharap mendapat dukungan dari kepemimpinan nasional. “Jika tanpa dukungan dan kemampuan pemerintah, gerakan ini juga tidak akan berarti apa-apa,” tandas Din. (ful)