Warta

NU Jateng: Sejahtera Masih Angan-Angan Belaka

NU Online  ·  Senin, 18 April 2011 | 03:43 WIB

Semarang, NU Online
Jumlah penduduk yang besar sering dijadikan kambing hitam atas kemandulan penguasa dalam membangun bangsa ini. Padahal Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam paling lengkap di dunia.

Fakta menunjukkan, banyak negara dengan jumlah pendduduk besar, yang dulu selevel Indonesia, bisa maju pesat seperti China dan Brazil. Bahkan negara kecil yang miskin sumber daya alam, bisa menyalip Indonesia. Seperti Thailand, dan Singapura.<>

Jadi, nasib bangsa Indonesia tampaknya harus terus sengsara akibat para pemimpinnya tak bisa mengurus negara yang sangat kaya ini. Seterusnya, demokrasi lebih banyak berisi rakyat yang lapar dan kurang pendidikan, tentu melahirkan anarki. Kekerasan sipil itu termasuk di dalamnya terorisme.

Hal itu disampaikan dosen IAIN Walisongo Semarang, Dr Abu Hapsin Umar dalam seminar berjudul Pendidikan Politik: Revitaslisasi Peran Parpol dalam Menyejahterakan Rakyat yang digelar Sembilan Melati (Selma) Center bekerjasama dengan Dirjen Kesbangpol Kemendagri, di Aula I IAIN Walisongo Semarang, Sabtu (16/4).

Dalam acara yang dihadiri 400-an mahasiswa berbagai perguruan tinggi tersebut, Abu Hapsin yang juga wakil ketua PWNU Jawa Tengah mengatakan, rakyat yang tidak terpenuhi hak-haknya, terutama soal kesejahteraan, memunculkan berbagai tindak anti demokrasi.

“Parahnya, aksi melawan hukum itu akhir-akhir ini dibalut kedok agama. Sehingga yang rusak bukan hanya negara dengan institusi demokrasinya, melainkan juga agama ikut ternoda,” tuturnya.

Karena itulah dia meminta pemerintah dan legislatif menjalankan tugasnya secara semestinya sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Ditegaskannya, kerusakan bangsa ini sudah pada tahap mengkhawatirkan. Sudah mengarah ke perpecahan.

Selanjutnya, Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen Adv memaparkan, masalah utama kesejahteraan rakyat dimulai dari keburukan penyusunan anggaran oleh pemerintah.

Dijelaskan anggota dewan dari PKB ini, anggaran belanja untuk pembangunan selalu lebih sedikit daripada untuk belanja pegawai. Sudah sedikit, anggaran pembangunan itu masih pula dipotong untuk pengadaan barang dan jasa (PBJ). Dan di setiap item PBJ, selalu ada honor dan upah untuk pegawai.

Maka praktis, uang dari rakyat, yang digunakan untuk rakyat hanya sekitar 10% saja. Itupun masih diwarnai korupsi dari hulu ke hilir. Sehingga menurutnya, wajar kalau orang bilang tak ada keadilan di negeri ini.

“Kesejahteraan rakyat bisa dilihat dari anggaran pembangunan. Kita tahu, belanja untuk pegawai dan honor beraneke macam, selalu jauh lebih banyak dari pada belanja untuk publik. Mana mungkin kita percaya ada kesejahteraan, kecuali untuk pegawai?,” gugat Zen.

Berikutnya, Kasubid III Kantor Badan Kesbangpol dan Linmas Prov Jateng D Charles Dae Panie menyampaikan pentingnya menghilangkan budaya pencitraan oleh parpol dan pemerintah, agar kesejahteraan rakyat bisa terurus dengan baik. (moi)