Jakarta, NU Online
Carut marutnya kondisi Indonesia mengakibatkan keterpurukan di segala bidang. Hal ini dipicu pudarnya semangat kebangsaan. Untuk itu harus ada langkah penyadaran dan penerjemahan nasionalisme dalam bahasa rakyat, bukan lagi sekadar wacana elite.
Hal ini disampaikan mantan Presiden Indonesia, KH. Abdurahman Wahid ketika berbicara dalam memperingati hari Kebangkitan Nasional Gerakan Kebangkitan Indonesia Raya di Hotel Aryaduta Jakarta, Jum'at (20/5). Sarasehan yang mengangkat tema "Keluar dari Krisis dan Syndrom Negara Gagal Menjuju Indonesia Raya yang Jaya dan Sentosa" ini juga menghadirkan tokoh lintas generasi dari angkatan 45, 65, 80 dan angkatan muda sekarang. Hadir diantaranya, Tri Sutrisno, Wiranto, Kwik Kian Gie, Ruslan Abdulghani, Mubyarto, Hariman Siregar, KH.Ali Yafie, dan sejumlah tokoh gerakan mahasiswa.
<>"Dalam konteks kebangkitan nasional, hal yang paling penting adalah menggunakan kesadaran nasionalisme dalam gerakan yang membumi dan bisa dipahami rakyat, bukan melulu wacana elite. Semangat dan kesadaran ini juga harus diterjemahkan dalam ranah politik, sosial, budaya, ekonomi dan lainnya," tegas ketua Dewan Syuro PKB ini.
"Sekarang apakah kita mengenal Tanah Air, suku, bangsa kita dengan baik. Apakah kita dapat menyimak bhinneka tunggal ika, hal mendasar ini saja belum tentu semua orang bisa menghayatinya," tanya Gus Dur. Pertanyaan semacam inilah, menurut Gus Dur, kalau dihayati dengan baik, sebenarnya bisa membangkitkan kesadaran rasa kebangsaan. Sebuah perasaan yang harusnya juga bisa dimunculkan dengan mengenal warisan budaya di tengah arus globalisasi sekarang.
Soal kebangsaan ini, lanjut Gus Dur mengingatkan, bangsa ini sekarang sudah melupakan apa yang pernah dicita-citakan oleh founding father bangsa ini. Misalnya, dalam melakukan amandemen UUD 1945 tahun 2002. "UUD hasil amandemen tersebut telah menyimpang dari faham kekeluargaan atau kolektivisme yang mendasari sistem politik dan ketatanegaraan Republik Indonesia," ujarnya.
Penyimpangan itu, menurut mantan ketua Umum PBNU ini, karena faham individualisme dan liberalisme yang ditentang para pendiri negara telah menjadi dominan. "Marilah kita kembalikan faham Ketuhanan Yang Maha Esa, negara kekeluargaan, dan keadilan sosial sebagai landasan bagi penyusunan sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia melalui Gerakan Pemurnian UUD 1945," ujarnya lagi.
Sementara menurut Ekonom Mubyarto yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan, perubahan yang sudah dan akan dilakukan terhadap UUD 1945 menuntut diselesaikannya rumusan pengaturan agar tidak kehilangan jejak. Perubahan ini diharapkan tidak meniadakan keberpihakan kepada ekonomi rakyat dalam tatanan perekonomian nasional.
"Setting keberadaan pelaku ekonomi kita dalam perekonomian nasional sudah jelas, yaitu ekonomi rakyat memang ada dan hidup berdampingan dan bersama dengan berbagai bangun usaha yang berkembang dan usaha modern, baik skala mikro, kecil, menengah, dan besar," paparnya.
Sayangnya, menurut Guru Besar FE-UGM, kondisi kebangsaan saat ini sangat menyedihkan. Bahkan, kondisinya sudah lebih buruk ketimbang masa awal pemerintahan Orde Baru mulai berkuasa. "Utang negara berlimpah, kekayaan alam mulai menipis, perilaku korup juga banyak. Jadi, untuk memperbaikinya bukan sekadar membutuhkan evolusi tetapi kita harus bermutasi," ujarnya.
Mubyarto juga menambahkan, berdasarkan hasil risetnya, ia mengatakan investasi asing yang masuk ke Indonesia bukan menambah baik perekonomian Indonesia, justeru kepergian Investor asing dapat menambah kesejahteraan rakyat. "karena dalam situasi itu yang diuntungkan Investor bukan rakyat," tandasnya.
Dalam pertemuan tersebut juga disepakati seruan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menolak rencana sosialisasi Amandenen UUD 1945 (UUD 2002). Mereka menilai produk Amandemen UUD 1945 sebagai produk yang kebablasan yang dapat menghancurkan masa depan Indonesia.
Sekadar diketahui acara yang digelar dari jam 08.00 pagi hingga jam 11.00 Wib ini di gagas oleh Aliansi Penyelamatan Indonesia, Badan Kerjsama Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia, Barisan Kebangkitan Indonesia Raya, Forum Komunikan, Forum Pembela Proklamasi '45, Gerkan Rakyat Untuk Demokrasi, Iluni Universitas Indonesia, Jaringan Aliansi Masyarakat madani dan Pro Demokrasi, Jaringan Kader Muda Nahdlatul Ulama, Jaringan Kader Mahasiswa Islam, KIPP, Mapilu PWI, Persatuan Wartawan Indonesia, Presidium Nasional Kongres Pemuda Indonesia, UGM dan Yayasan Jati Diri Bangsa. (cih)
Terpopuler
1
3 Jenis Puasa Sunnah di Bulan Muharram
2
Niat Puasa Muharram Lengkap dengan Terjemahnya
3
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
4
Khutbah Jumat: Persatuan Umat Lebih Utama dari Sentimen Sektarian
5
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
6
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
Terkini
Lihat Semua