Warta

Muskerwil PWNU Sebagai Media Evaluasi Program

NU Online  ·  Rabu, 18 Juli 2007 | 22:00 WIB

Makassar, NU Online
Pelaksanaan Musyawarah Kerja Wilayah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dimaksudkan sebagai media untuk mengevaluasi seluruh pelaksanaan program kerja yang telah dilaksanakan oleh PWNU selama kurun waktu satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut apa yang telah dicapai dan yang menjadi kendala serta bagaimana persiapan untuk memasuki program kerja tahun berikutnya.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Tanfidziyah Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan KH M Zein Irwanto saat ditemui Kontributor NU Online Syaiful Akbarius Zainuddin saat penutupan Musyawarah Kerja Wilayah Nahdlatul Ulama di Hotel Singgasana Makassar (16/7) lalu.

<>

“Dengan adanya sharing informasi dari cabang-cabang NU di daerah kepada PWNU Sulawesi Selatan akan menjadi masukan berharga dalam memformulasi sebuah solusi yang dihadapi PWNU secara umum dan PCNU secara khusus sebab bersentuhan langsung dengan kaum Nahdliyin”, ujarnya.

Mantan Pembantu Rektor IV Universitas Muslim Indonesia yang juga adalah Dosen pada Program Pasca Sarjana UMI Makassar ini mengemukakan, terjadinya polarisasi antar cabang dimana ada beberapa cabang yang memiliki kendala yang sama dalam membangun NU didaerahnya. Namun ada pula beberapa cabang NU di lain daerah justru sama sekali tidak memiliki masalah ataupun hambatan yang berarti.

Selain itu, Muskerwil diharapkan dapat sebagai sarana penerimaan informasi-informasi baru yang sangat berguna demi kemajuan NU, baik itu berasal dari PBNU, PWNU maupun dari Cabang-cabang, sehingga benar-benar terasa manfaat dengan adanya Muskerwil ini.

“Salah satu contoh masalah adalah adanya gangguan dari ideologi trans nasional yang keberadaannya cukup mengganggu sebab mengambil wilayah-wilayah kerja dari Nahdlatul Ulama,” sebutnya.

Bahkan kondisi ini sudah sampai taraf yang mengkhawatirkan, antara lain disebutkan bahwa selebaran-selebaran yang berasal dari Kabupaten Jombang tentang ajakan-ajakan kepada kaum Nahdliyin untuk meninggalkan amalan-amalan khas yang merupakan ciri khas NU itu telah masuk ke Sulawesi Selatan.

Hal itu sangat meresahkan sebab merupakan da’wah yang tidak terpuji dari kelompok-kelompok yang ingin menghancurkan silaturrahim antar ummat Islam dengan jargon ulama-ulama besar yang ternyata ketika diadakan pengecekan oleh kaum Nahdliyin di Sulawesi Selatan ternyata tidak ada nama-nama ulama yang namanya disebutkan dalam selebaran tersebut.

“Pengambilalihan masjid-masjid milik NU sebenarnya diakibatkan oleh kurang aktifnya kaum Nahdliyin dalam melakukan da’wah bil haq serta da’wah fisabilillah, sehingga kelemahan ini dimanfaatkan oleh kalangan Islam lainnya yang kita perspektifkan sebagai Islam garis keras,” tandasnya.

Selain itu kurangnya memahami ruh Organisasi NU membuat kepekaan dan rasa pengorbanan untuk berbuat kepada NU menjadi masalah tersendiri yang harus dicari solusinya bersama bagi warga nahdliyin yang hidup di luar tanah pulau jawa.

"Saya rasakan benar-benar sangat berbeda antara di Jawa dan luar Jawa. Oleh sebab itu, mau tidak mau kita sebagai kaum nahdliyin wajib bekerja keras untuk bersama-sama menyelesaikan masalah ini," punfkasnya. (saz)