Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk infotainment baik bagi yang menayangkan, menonton, maupun mengambil keuntungan dari aib, gosip dan hal-hal lain terkait ranah pribadi.
Fatwa tersebut dikeluarkan Komisi C yang membidangi fatwa dalam Musyawarah Nasional (Munas) MUI di Jakarta, Selasa (27/7).<>
Sebelumnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan NU tidak mengharamkan infotainment namun unsur ghibah yang ada di dalamnya. Ghibah atau mengorek dan menceritakan aib orang lain ini diharamkan dalam ajaran Islam.
Hal ini disampaikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menanggapi keluhan para wartawan infotainment yang mengaku disudutkan oleh adanya pemberitaan soal haramnya infotainment.
“Saya juga tidak membenarkan berita bahwa NU mengharamkan infotainment. Yang benar NU mengharamkan ghibahnya,” katanya usai penandatanganan pernyataan bersama PBNU bersama Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) soal infotainment di gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (29/12).
Menurut Said, ghibah yang mengorek aib orang lain sehingga mengganggu, menyinggung, mencemarkan dan menjatuhkan martabat orang lain diharamkan dalam Islam. Haramnya ghibah ini bersifat mutlak.
Penegasan haramnya ghibah dalam infotainment ini disampaikan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Asrama Haji Sukolilo 27 – 30 Juli 2006 lalu.
“Persoalan haramnya ghibah ini bukan ijtihad NU sendiri, ini sudah nash Al-Qur’an. NU hanya menyampaikan atau mengingatkan saja,” katanya di hadapan sejumlah wartawan infotainment baik cetak maupun elektronik.
Meski lebih sering dimaksudkan sebagai hiburan, berita-berita yang disajikan infotainment diharapkan lebih selektif dan bernilai edukatif. Beberapa pilihan berita infotainment seperti kegiatan sosial dan keagamaan para artis atau kisah sukses para selebritis dinilai positif.
“Sangat bagus kalau ada infotaiment yang memberitakan ada artis yang menyantuni yatim piatu, atau ada artis yang sedang umroh. Sementara ini kira-kira 60 persen infoitainment masih berisi ghibah,” kata Said.
Ditambahkan, mengorek dan menceritakan persoalan pribadi orang lain hanya dibenarkan jika berkaitan dengan kepentingan publik.
“Kalau ada infotainment menguak pejabat yang koruptor itu malah luar biasa. Atau kalau ada infotainment yang mengungkap berita artis yang bertobat dari narkoba itu malah bagus,” katanya. (nam/ant)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
2
Buka Workshop Jurnalistik Filantropi, Savic Ali Ajak Jurnalis Muda Teladani KH Mahfudz Siddiq
3
Lembaga Falakiyah PBNU Rilis Data Rukyatul Hilal Awal Dzulhijjah 1446 H
4
Khutbah Jumat: Relasi Atasan dan Bawahan di Dunia Kerja menurut Islam
5
Khutbah Jumat: Menanamkan Nilai Antikorupsi kepada Anak Sejak Dini
6
Ojol Minta DPR RI Tekan Menhub Revisi Dua Aturan soal Transportasi Online
Terkini
Lihat Semua