Jakarta, NU Online
Para pemimpin pesantren semakin menjauh dari kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab gundul, tanpa harakat, atau biasa disebut kitab kuning. Terutama di pesantren-pesantren besar para kiai semakin banyak urusan, sementara putra-putri penerus mereka lebih senang dengan referensi lain yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan formal.
Demikian Ketua PBNU KH. Said Aqil Siradj saat membuka pengajian rutin yang diadakan oleh NU Online bersama Lajnah Taālief wan Nasyr di gedung PBNU, Kamis (28/9). Kitab yang dikaji adalah Manahijul Imdad, karya ulama besar Indonesia Kiai Ihsan Jampes (alm.) yang baru diterbitkan.
<>Para kiai yang mempunyai ribuan santri, kata Kang Said, panggilan akrab KH. Said Aqil Siradj, terlalu banyak rutinitas dan tugas sehingga kurang begitu punya waktu untuk mendalami keilmuan pesantren.
āPara kiai besar banyak terlalu sering menerima tamu mana mungkin punya waktu untuk mendalami kitab kuning. Kiai kiai yang bunyi (berpendapat: red) dalam Munas Alim Ulama di Surabaya kemarin umumnya yang santrinya tidak banyak,ā seloroh Kang Said.
Belakangan kalangan muda pesantren lebih senang memilih referensi keilmuan atau menafsiri dan merespon perubahan zaman dengan referensi kitab kuning. Tidak jarang para āintelektualā pesantren yang tidak tahu menahu mengenai kitab kuning.
āJadi yang yang masih punya kemampuan mengkaji kitab kuning harus bangga. Perlu dicatat, kita yang dikatakan tradisionalĀ karena masih berpedomanĀ kitab kuningĀ bisa untuk menjadi modern dengan mudah, tapi yang modern sulit menjadi tradisional seperti kita,ā kata Kang Said di hadapan sekitar 50-peserta kajian dari beberapaĀ badan otonom NU dan organisasiĀ kultural NUĀ sepertiĀ PMIIĀ serta kelompok kajian muda NU.
Ulama Jawi
Dikatakan Kang Said, para ulama Nusantara atau dulu disebut Jawi mempunyai kontribusi besar dalam dunia keilmuan Islam. Kiai Nawawi Banten menulis lebih dari dua ratus kitab yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia.
Ada juga Kiai Mahfudz termas yang mengarang kitab Manhaj Dawinnadzar di bidang ilmu hadits yang menjadi buku wajib di beberapa universitas di Mesir. Sementara Kiai Ihsan Jampes sendiri yang tidak pernah keluar belajar di Timur Tengah kitab-kitabnya menjadi bacaan umat islam di Asia, Afrika, dan Eropa. āSaya pernah ke Mali, Afrika Barat, Sirajutthalibin dibaca di sana,ā kata Kang Said.
Ada yang samanya Khotib Sambas Kalimantan Barat yang berjasa besar mensinergikan dua Tarekat yakni Qodiriyah dan Naqsabandiyah. āTernyata tarekat ini pengikutnya seluruh dunia. Jadi sumbangsih para ulama Jawi juga sangat besar,ā kata Kag Said. (nam/rif)
Terpopuler
1
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
2
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
3
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
4
Hadapi Tantangan Global, KH Said Aqil Siroj Tegaskan Khazanah Pesantren Perlu Diaktualisasikan dengan Baik
5
Israel Tarik Kapal Bantuan Handala Menuju Gaza ke Pelabuhan Ashdod
6
Tuntutan Tak Diakomodasi, Sopir Truk Pasang Bendera One PieceĀ di Momen Agustusan Nanti
Terkini
Lihat Semua