Dedikasi Tuan Guru Haji (Tgh) Hasanain Djuaini, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Haramain, Narmada, Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) patut dicontoh. Disela-sela memberikan pengajian kitab kuning, ia juga mengaji “kitab hijau” atau menanam untuk menyelamatkan lingkungan.
Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama NTB ini sangat resah dengan kondisi masyarakatnya yang terperosok dalam lembah buta huruf, angka putus sekolah yang tinggi, tingkat partisipasi perempuan yang rendah dan lingkungan yang kurang tergarap dan tandus. “Apa kalian mau tetap selamanya miskin?” tanyanya kepada para jamaahnya.<>
Baginya, membumikan masyarakat madani harus diwujudkan melalui karya nyata yang terpadu. Ia mengintegrasikan dunia pendidikan, konservasi lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan mediasi konflik. Kini, perbukitan madani yang tandus dan gersang seluas 30 hektar telah disulap menjadi lembah hijau.
Penanaman pohon, selain bisa menyelamatkan lingkungan, memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Berdasarkan perhitungannya, menanam 1 pohon Mahoni dalam sepuluh tahun akan bernilai 1 juta. Jika tanah seluas satu hektar ditanami seribu pohon, maka dalam sepuluh tahun akan menghasilkan 1 milyar.
Katakanlah, jika keuntungan dihitung 500 juta per hektar selama 10 tahun, 580 ribu hektar lahan terlantar di NTB jika ditanami akan menghasilkan 290 trilyun rupiah atau 29 trilyun per tahun.
“Kita memang bisa bangkit, tinggal waktunya kapan?” katanya memberi keyakinan dalam acara penyerahan Maarif Award, dimana ia merupakan salah satu penerimanya, Selasa (3/5) malam.
Dalam ajaran agama, pemanfaatan potensi sumber daya alam yang ada dalam genggaman bangsa ini sudah menjadi kewajiban. “Dari sisi keimanan, ini mengandung risiko ‘kufur nikmat’ jika kita tidak memakmurkan alam ini,” tandasnya.
Perhatiannya pada alam dan lingkungan sekitarnya diinspirasi oleh kawan seperjuangannya di padang kritis, Dr Muhammad Ali, salah seorang ilmuwan lulusan Jepang.
Di negeri matahari terbit itu, Muhammad Ali mengetahui profesornya yang ahli biologi mengembangkan sebuah bakteri penghancur sampah yang nantinya bisa membuat Jepang sesubur Indonesia dalam 10 tahun mendatang. Jika Jepang berusaha memakmurkan alamnya, Indonesia yang dianugerahi kesuburan malah menerlantarkannya.
“Pondok pesantren di seluruh Indonesia, disela-sela 360 hari dalam setahun membuka kitab kuning, mengapa kita tidak menyisihkan satu atau beberapa hari untuk membuka ‘kitab hijau’ untuk menanam,” ajaknya.
Upaya penyelamatan lingkungan yang sekarang menjadi program global akibat perubahan iklim dunia ini juga akan semakin nyata jika para pelajar dan mahasiswa Indonesia sama-sama menanam 5 pohon dalam setahun atau menyumbang 10 bibit setiap ulang tahun.
Ia juga mengusulkan para provider HP agar menyisihkan satu rupiah per SMS untuk dana pembibitan pohon, penanaman pohon oleh para pengantin, termasuk melibatkan para bankir untuk mendukung proyek raksasa dengan keuntungan melimpah ini.
“Manfaatkan lahan tidur, itulah salah satu kaki kemakmuran yang dijanjikan” tandasnya. (mkf)
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Laksanakan Puasa Tarwiyah Lusa, Berikut Dalil, Niat, dan Faedahnya
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Beasiswa PBNU ke Maroko 2025, Cek di Sini
Terkini
Lihat Semua