Warta

Menag: Sarana Pendidikan Jangan Memalukan

NU Online  ·  Jumat, 29 Januari 2010 | 13:23 WIB

Medan, NU Online
Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bangunan atau sarana fisik untuk menunjang kelancaran pendidikan jangan sampai memalukan mengingat dukungan dana untuk itu cukup besar.

"Persoalan sarana fisik pendidikan selalu terdengar memprihatinkan, karena itu anggaran yang ada harus dioptimalkan dengan menggunakan skala prioritas," kata Menag dalam acara silaturahim dengan jajarannya di Medan, Jumat (29/1).<>

Ia minta kepada seluruh jajarannya untuk memperhatikan sarana pendidikan bagi anak didik baik yang berada di lingkungan Pondok Pesantren maupun madrasah hingga perguruan tinggi.

Dalam bidang pendidikan, lanjut dia, akan menjadi bagian penting dalam Kementerian Agama di masa datang. Karena itu kualitas pendidikan pun tak kalah penting dengan program lainnya seperti kualitas kehidupan beragama, penyelenggaraan ibadah haji, tata kelola pemerintahan bersih dan bertanggung jawab dan termasuk kerukunan beragama.

Anggaran untuk pendidikan di Kementerian cukup besar, katanya tanpa menyebut angka. Karena itu, sangat rugi jika dalam pelaksanaannya tak membuahkan hasil. Untuk itu, lanjut dia, akses anak didik untuk mendapat pendidikan harus dibuka jangan sampai anak tak mampu tak bersekolah.

Terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan, ia telah minta kepada jajarannya di berbagai daerah untuk menghimpun masukan dan analisis mulai dari tingkat bawah hingga perguruan tinggi. Dengan cara itu, katanya, akan diketahui prioritas mana saja yang harus dikerjakan lima tahun ke depan.

"Semua persoalan hendaknya diselesaikan secara bertahap dengan pendekatan prioritas. Apakah sarana fisik atau kurikulum dan metodologi yang harus diprioritaskan. Atau sebaliknya," kata Suryadharma Ali.

Terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan itu, ia pun mengimbau agar Pemda Sumut lebih meningkatkan lagi perhatiannya sehingga secara berkesinambungan akan diperoleh standardisasi di semua tingkatan pendidikan, baik di lingkungan Pondok Pesantren, madrasah atau sekolah lainnya.

"Pengalaman membuktikan bahwa pendidikan dengan basis pondok pesantren telah banyak melahirkan pemimpin di negeri ini. Namun belakangan kiprah para santri untuk masuk di lingkungan legislatif terhalang. Pasalnya, mereka banyak tak punya ijazah sebagai akibat belum adanya standardisasi dari lembaga pendidikan bersangkutan," ujarnya.

Karena, katanya, lapangan pekerjaan juga perlu legalitas formal berupa ijazah, sehingga ke depan nanti seluruh lembaga pendidikan pun harus berorientasi kepada lapangan pekerjaan yang tersedia. "Diharapkan sekali, alumninya dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri," kata Suryadharma Ali. (ant/mad)