Menag Minta Pesantren Waspadai Paham Liberal dan Radikal
NU Online · Rabu, 16 Juni 2010 | 00:21 WIB
Menteri Agama Suryadharma Ali meminta pimpinan pondok pesantren mewaspadai siapapun yang ingin menjadikan lembaga ini terpengaruh pada paham kebebasan mutlak maupun cenderung radikal bahkan sebagai sarang teroris.
“Pondok pesantren tidak boleh lengah, nanti kebatilan bisa mengalahkan kebenaran,” kata Menag pada pembukaan lokakarya nasional peningkatan peran pondok pesantren dalam membangun budaya damai, di Jakarta, Selasa (15/6).<>
Menag mengatakan, sekarang ini berkembang suatu paham kebebasan mutlak. Padahal kebebasan yang tidak ada batas tidak ada didunia ini. ”Mereka inginkan tidak ada sesuatu yang bisa menghalangi,” jelasnya.
Menag menambahkan, kebebasan sebetulnya fitrah manusia, tapi sebetulnya memiliki batas. Antara manusia dengan manusia lain ada keterikatan, sehingga tidak ada kebebasan mutlak.
Menag juga mengatakan, saat juga berkembang pada pemahaman demokrasi dan hak asasi manusia, bahwa demokrasi adalah bebas berdemontrasi, bebas mengamati, dan bicara seenaknya. ”Sesungguhnya inti pada demokrasi adalah menghormati pada hak-hak orang lain.”
Menurut Suryadharma, demokrasi apabila diartikan sebagai suatu pikiran dan gerakan mau menang sendiri, maka berarti mengamalkan demokrasi dengan radikal. Namun ia menyayangkan stigma radikal ditujukan pada agama Islam, sehingga muncul istilah Islam radikalisme.
”Ada suatu radikal melibatkan satu pesantren, sehingga disebut pesantren sebagai pusat radikal. Tapi saya yakin pesantren bukan sarang teroris,” tandas Menag Suryadharma Ali.
Pada kesempatan tersebut Menag berharap ponpes dapat meningkatkan perannya dalam membangun budaya damai di tengah masyarakat sebagaui pengejawantahan Islam sebagai agama yang menebar kasih sayang kepada sesama manusia, bahkan alam semesta, ramatan lil’alamin.
Sebagai umat beragama, kata Menag, kita sedih kekerasan masih terjadi, padahal tidak satu agamapun mengajarkan kekerasan.. “Islam sarat dengan ajaran yang menghormati setiap manusia apapun kepercayaan dan agamanya,” ucapnya.
Menag juga meminta agar pontren meluruskan makna jihad agar sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Menurut para ulama, jihad dalam arti perang hanya boleh terjadi apabila negara negara kita diserang atau pemimpin nasional kita memerintahkan hal itu. “Maka tidak ada jihad dalam arti perang bagi umat slam di Indonesia sekarang ini,” ujar Menag.
Jihad kita sekarang ini, kata Menag adalah memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. (mad)
Terpopuler
1
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
2
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
3
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
4
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
5
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
6
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
Terkini
Lihat Semua