Warta

Mbah Muchith Meguru pada LTM NU Sidoarjo

NU Online  ·  Selasa, 11 Oktober 2011 | 00:53 WIB

Surabaya, NU Online
Tak ada batasan umur untuk belajar dan tidak perlu merasa malu untuk menimba ilmu kpada yang lebih muda. Mungkin itulah prinsip yang selalu dipegang teguh oleh KH Abdul Muchith Muzadi (Mbah Muchith). Seperti yang terlihat di Kantor PWNU Jawa Timur Sabtu siang (8/10) , Mbah Muchith rela datang dari Jember yang berjarak sekitar 200 kilometer untuk berkonsultasi soa teknis mewaqafkan masjid kepada NU.

Setelah pulang dari Kantor PWNU dan berniat menginap di rumah salah seorang putranya yang ada di Surabaya, malamnya Mbah Muchith mengundang Ketua LTM (Lembaga Takmis Masjid) NU Sidoarjo untuk datang ke komplek perumahan dosen ITS tempat dirinya menginap.
<>
Rupanya Mbah Muchith telah mendapatkan masukan jika LTM NU Sidoarjo berpredikat terbaik di Jawa Timur, bahkan telah menjadi LTM NU percontohan se-Indonesia karena telah berhasil ‘menarik’ kembali assert-aset NU sebagai asset resmi bersertifikat milik NU sebanyak 1.008 sertifikat. Jangan tanya lagi besarnya nilai asset-aset tersebut, karena satu masjid saja ada yang bernilai Rp 12 miliar. LTM inilah yang dijadikan contoh oleh PBNU ketika menggelar pembekalan LTM NU se-Indonesia menjelang Ramadlan lalu di Masjid Al-Munawariyah Ciganjur Jakarta Selatan.

Benar juga, pukul 20.00 WIB Ketua LTM NU Sidoarjo Drs KH Sholeh Qosim, MSi datang, sesuai waktu yang dijanjikan. Ia mengajak salah seorang stafnya didamping Peminpin Redaksi Majalah Aula. Sambil berbaring di tempat tidur, Mbah Muchith menyampaikan keinginannya tersebut. “Terus terang saja, saya ingin meguru kepada panjenengan,” tutur Mbah Muchith.

Kiai Sholeh pun menjelaskan seluruh prosedurnya dengan disertai contoh-contoh form yang dibutuhkan. Mulai dari tanah yang belum bersertifikat, sampai sudah sertifikat perorangan maupun yayasan, semuanya dapat diubah menjadi milik NU secara resmi. Lengkap dengan prosedurnya. Bahkan fasilitas umum (Fasum) di perumahan pun dapat dijadikan aset milik NU. Semua berdasarkan fakta dan telah dijalani oleh LTM NU Sidoaro.

Usai diskusi panjang lebar soal pengalaman dan prosedur, akhirnnya Mbah Muchith minta agar diijinkan untuk memfotokopi buku panduan tersebut, mengingat lebih kongkret dan fleksibel. “Kalau nuruti undang-undan yayasan, terus terang saja saya gak kagak,” jelas Mbah Muchith. Akhirnya Kiai Sholeh pun menghadiahkan buku panduan tersebut kepada sesepuh NU tersebut.

“Insya Allah saya akan mewaqafkan masjid saya nanti kepada NU sebagai pendahuluan, lalu minta kepada PWNU menindaklanjuti kembali persoalan waqaf ini, sebab kayaknya pemahaman tentang waqaf ini belum merata, satu cabang sudah sangat maju, tapi cabang yang lain malah belum mengerti, padahal ini sangat penting,” jelas Mbah Muchith.

Rupanya Mbah Muchith tidak main-main dengan keinginannya. Pada Senin (10/10) tadi pagi, salah seorang Mustasyar PBNU itu menyampaikan keinginanya kembali. “Insya Allah nanti saya akan minta kepada Wilayah untuk menindaklanjuti kembali masalah ini. Waqaf-mewaqaf ini sangat penting, tapi kadang memang tidak semua orang NU memahami keinginan NU,” jelas Mbah Muchith.

Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: M Subhan