Warta

Mbah Muchith: Khittah Tidak Sekedar Persoalan Politik

NU Online  Ā·  Ahad, 17 Agustus 2008 | 02:14 WIB

Jember, NU Online
Setiap memasuki masa pemilu, baik Pilpres maupun Pilkada, Khittah selalu dipersoalkan, itupun konteks pembicaraan hanya seputar hubungan NU dan politik, padahal Khittah tidaklah sesempit itu.

ā€œKhittah mencakup banyak hal, yang jauh lebih penting daripada sekadar persoalan politik,ā€ kata KH Abdul Muchith Muzadi (Mbah Muchith) kepada NU Online di kediamannya, kompleks Masjid Sunan Kalijaga, Jember, Jumat (15/8).<>

Khittah dirumuskan dalam Muktamar NU ke-27 melalui proses panjang, dengan maksud supaya NU tetap berjalan dalam trayek dan relnya yang benar, supaya cita-cita dan tujuan NU tercapai. Tidak ribut terus sedang tugas perjuangannya terbengkalai.

Namun anehnya, setelah Khittah NU berhasil dirumuskan, ternyata kaum nahdliyin (warga NU), terutama para tokoh dan pemimpinnya, malah ribut tentang penerapannya. Tidak heran kalau ada yang menyebut Khittah NU seringkali malah menghambat NU.

Hal itu tidak ditampik oleh Mbah Muchith. ā€œSebab orang NU sendiri tidak mempelajari Khittah NU dengan serius, cenderung merasa sudah mengerti, padahal belum pernah membacanya dengan baik dan lengkap,ā€ jelas Mbah Muchith.

ā€œSebagian besar hanya dengar-dengar saja, tidak membacanya, apalagi mempelajarinya dengan seksama,ā€ papar kiai yang dikenal sebagai Pakar Khittah itu.

Hal-hal lain yang menyebabkan orang NU salah paham tentang Khittah, karena mereka tahunya Khittah NU ā€œhanyaā€ mengatur hubungan NU dengan politik praktis dan partai-partai. Padahal cakupan Khittah tidaklah sesempit itu.

Khittah NUĀ  mengatur NU seluruhnya, mencakup karakter dasar tawassuth, i’tidal, tawazun, amar makruf nahi munkar, dasar-dasar memahami al-Quran dan al-Hadits dengan pendekatan bermadzhab, dasar-dasar akhlak khas NU, sikap kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan NU, sikap terhadap ulama dan keulamaan, dan lainnya. Sedangkan urusan politikĀ  dan kepartaian hanya sedikit disebutkan dalam Khittah NU tersebut.

ā€œYang paling pokok, NU adalah jamiyah diniyah. Segala sikap dan langkahnya selalu bersumber dari jatidiri diniyah ini,ā€ tegas Mbah Muchith.

Hingga kini, menurut kiai yang murid langsung dari Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari itu, pemahaman Khittah tentang hubungan dengan politik juga masih disalahartikan. Kebanyakan mereka mengartikan NU lepas sama sekali dari urusan politik, atau menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik. Padahal sejatinya Khittah NU tidaklah sesempit itu. ā€œMemahami Khittah NU juga harus dilihat dari konteks waktunya,ā€ kata Mbah Muchith.

Pemahaman yang umum itu, menurut Sekretaris Pribadi KH Achmad Siddiq (pencetus konsep dasar-dasar Khittah) tersebut, adalah pola pikir yang dikembangkan oleh Golkar pada masa itu. Golkar sangat berkepentingan dengan pemahaman seperti itu demi merebut kemenangan dalam pemilu. Sampai-sampai muncul jargon kala itu, Khittah diartikan orang NU tidak wajib pilih PPP dan tidak haram memilih Golkar.

ā€œOrang NU lebih banyak ikut arus pemikiran Golkar, karena sebelum NU mensosialisasikan keputusan itu kepada warganya, Golkar sudah melakukan lebih dulu, bahkan sampai ke tingkat paling bawah,ā€ jelas Mbah Muchith.

Apalagi kala itu banyak tokoh NU yang sedang bermasalah dengan partai tersebut, sampai akhirnya terjadilah apa yang dikenal dengan istilah ā€œpenggembosan PPPā€ secara besar-besaran. Menurutnya, Khittah tidak melarang warga NU untuk tetap berpolitik praktis sesuai yang diinginkan. Sebab kata ā€œtidak terikatā€ itu bisa diartikan elastis, kadang bisa lebih dekat kepada partai tertentu, kadang juga menjauh, tidak harus dalam jarak yang sama. Tapi kalau pada suatu ketika menjaga jarak yang sama juga tidak apa-apa.

ā€œSebenarnya kalimat dalam naskah Khittah NU itu sudah sangat bagus kalau mau dipahami,ā€ tegas Mbah Muchith, yang juga Ketua Komisi tentang Penjelasan Khittah NU dalam Munas Bandar lLmpung pada 23 Januari 1992.

Di akhir pembicaraan, Mbah Muchith meminta dengan sangat kepada nahdliyin, lebih khusus para tokohnya, agar mau membaca kembali dan memahami arti Khittah NU yang sebenarnya. Sesudah itu mereka diharuskan untuk berusaha agar bisa berkepribadian Khittah, di manapun dia berada dan bertugas. ā€œTidak boleh ā€œleburā€ dalam situasi baru di tempat ia berada,ā€ Mbah Muchith menaruh harap. (sbh)