Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Masjid Sab'ah, Penduduk Madinah Sambut Tamu Allah (4)

Ahad, 31 Oktober 2010 | 13:58 WIB

Madinah, NU Online
Imam yang sedang berkhutbah dengan nada yang teduh mengingatkan kita pada tradisi khutbah Nusantara. Khutbah dengan nada bertutur yang tidak mengedepankan deklamasi dan agitasi.

Imam menerangkan tentang pentingnya penduduuk Madinah menyambut tamu-tamu Allah (dhuyuufur Rahmaan) dan berpesan agar penduduk Madinah menjaga citra kebaikan dan keramahan terhadap jamaah haji yang datang dari seluruh penjuru dunia.

<>

"Tentu kita malu kepada Allah dan Rasulullah jika sampai kita tidak berperan dalam menjaga kenyamanan para jamaah yang sedang berziarah kepada Rasulullah SAW. Adalah kewajiban seluruh penduduk Madinah untuk turut menciptakan kenyamanan bagi seluruh peziarah," tutur sang khotib yang kebetulan bersuara merdu ini.

Tentu saja sebagai khotib di negara pengikut ibn Taimiyah, khutbah tidak bakal meninggalkan pesan yang menjadi trade mark Arab saudi, yakni menjauhi bid'ah dan berlebihan dalam agama. Bahkan sang khotib pun tak lupa berpesan agar para penduduk Madinah juga turut menjaga jamaah dari kemusyrikan yang mungkin terjadi di Madinah.

"Kita tahu bahwa para jamaah berziarah ke Madinah karena keimanan dan kecintaan mereka kepada Rasulullah SAW. Namun juga kita tahu bahwa tidak semua jamaah haji adalah orang yang berpengetahuan agama cukup. Banyak di antara mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti hukum-hukum agama dengan baik. Karenanya, sebagai penduduk Madinah, kita juga harus menjaga mereka dari kesalahan-kesalahan dalam beribadah yang disebabkan oleh ketidaktahuan mereka," lanjut sang khatib sambil mengelus-elus jenggotnya.

Sang Khotib berharap, penduduk Madinah sebagai orang yang berada lebih dekat dengan situs Rasulullah SAW dapat membantu menjaga jamaah dari mengkultusakan situs-situs Islam di Madinah. Caranya, mereka yang melihat jika terjadi praktek-praktek ibadah yang dianggap menyimpang akibat pengkultusan seperti mengusap-usap tembok atau sejenisnya, dapat menegur dan memberikan penerangan semampunya.

"Satu yang paling penting adalah, berikan mereka keterangan dengan hikmah dan mauidzoh hasanah (bilhikmah walmauidzoh hasanah). Serta jangan lupa menggunakan kata-kata yang lembut (qoulan layyinan)," tutur khotib di akhir-akhir khutbahnya. Kata-kata terakhir ini juga mengingatkan kita pada trade mark para ulama di Nusantara.

Sholat Jum'at pun segera dilaksanakan begitu khotib usai melaksanakan kewajibannya. Kita akan merasa nyaman selama menjalankan sholat, sejak dari bacaan imam yang fasih dan bacaan "bismillah fil fatihah' yang masih terdengan dari baris belakang, meskipun dalam kategori lirih. Hingga tibalah kita pada duduk tasyahud (tahiyat). Tanpa sadar, kita akan merasa seperti ada yang aneh. (min/Laporan langsung Syaifulla Amin dari Arab Saudi)