Warta

Masjid NU Tak Boleh untuk Menebar Kebencian

NU Online  ·  Rabu, 9 Februari 2011 | 08:23 WIB

Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F Mas’udi agar masjid-masjid yang dikelola dan memiliki kultur NU yang mencakup sekitar 70 persen masjid di Indonesia harus terus dijaga dan jangan sampai digunakan untuk menebar kebencian kepada kelompok lain dalam khutbah-khutbahnya.

Hal ini disampaikan ketika membuka acara sosialisasi konversi elpiji berbasis masjid yang diselenggarakan oleh Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) di Jakarta, Rabu (9/2).

<>

Ia menjelaskan fungsi masjid, yang dulunya sangat luas, kini telah direduksi hanya sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah atau hablumminallah, sementara untuk kemaslahatan bersama, atau hablumminannas malah ditinggalkan.

Struktur masjid yang terbagi dua, untuk beribadah di dalam dan serambi di luar sebenarnya sudah mencerminkan dua hubungan tersebut, yang tak terdapat disarana ibadah lain yang hanya melulu untuk ibadah.

“Masjid harus mampu kita jadikan sebagai program keummatan dan kemaslahatan kehidupan ummat kita. Serambi harus dimanfaatkan sebagai balai ummat,” katanya.

Fungsi masjid ini lebih strategis dari balai desa karena ketika lurah harus mengundang warganya, ia harus melakukan berbagai prosedur dan menyediakan konsumsi. Sementara kalau ingin melakukan pertemuan di serambi masjid, tinggal mengumumkan dan menggunakan waktu satu atau dua jam setelah sholat Jum’at, tanpa perlu menyampaikan undangan atau memberi konsumsi.

“Suasana kebatinan di masjid juga lebih baik. Pemberdayaan ekonomi jika dirancang di masjid, lebih jujur,” tandasnya.

Upaya mengembalikan lagi fungsi masjid ini diakuinya tidak gampang karena perlu reorientasi baru. Ia sangat mendukung program yang telah dilakukan oleh LTMNU ini.

Dukung Subsidi

Masdar juga menyatakan dukungannya terhadap pemberian subsidi kepada masyarakat yang tidak mampu, salah satunya untuk subsidi bahan bakar.

“Pemerintah berfungsi sebagai amil atau public servant, dan tugas pemerintah menjaga keseimbangan antara yang terlalu kuat dan terlalu lemah. Disini logika subsidi masuk. Ini filosofi subsidi. Ini mutlak diberikanbkarena tidak semua orang tidak memiliki kemampuan sama, ada yang minusnya besar, ada yang plusnya besar,” paparnya.

Ia juga mengingatkan kepada para pengurus LTMNU agar program ini diniatkan untuk semata-mata ibadah kepada Allah, bukan dengan orientasi proyek. “Kita harus punya niat ukhrawi sehingga duniawinya dapat, semata-mata beribadah membantu kepada yang lain,” tandasnya. (mkf)