Lima Tahun Reformasi Hasilkan Elit Politik "Mabuk Kekuasaan"
NU Online · Kamis, 6 November 2003 | 16:07 WIB
Jakarta, NU Online
Selama lima tahun terakhir ini ternyata menghasilkan para elit politik yang "mabuk kekuasaan", mereka berupaya mempertahankan kekuasaan dan melakukan manipulasi kekuasaan, kata Wakil Direktur Central Search International Studies (CSIS) J. Kristiadi.
"Lima tahun reformasi ternyata menghasilkan orang ’mabuk kekuasaan’, calo proyek, studi banding," katanya dalam suatu diskusi yang diselenggarakan Kevikepan Kedu di Magelang, Kamis.
<>Para elit politik, katanya, telah menjadi orang-orang yang haus kekuasaan karena merasakan mudah melakukan kolusi secara tidak terkontrol. Ia mengemukakan, selama lima tahun terakhir ini ternyata perubahan yang terjadi dalam kehidupan Indonesia tidak sesuai harapan.
Regulasi Pemilu secara apa adanya tidak menghasilkan orang atau wakil rakyat yang lebih baik sehingga kehidupan rakyat semakin menderita. Para pembuat aturan perundangan, katanya, memiliki kepentingan yang kuat untuk tetap mempertahankan kekuasaan yang telah mereka miliki selama ini.
"Jika memilih calon saja tidak sah, tetapi hanya menusuk tanda partai saja sah, maka yang jadi adalah mereka yang ada di susunan anggota partai yang loyal pada pimpinan Parpol. Aturan harus menusuk dua tanda hanya untuk menguntungkan Parpol bukan rakyat," katanya. Ia juga mencontohkan, keputusan pejabat negara boleh kampanye juga bukan keputusan yang adil.
Pada kesempatan itu, Kristiadi juga mengemukakan bahwa selama lima tahun terakhir ini Parpol telah melakukan "perselingkuhan politik" sehingga menghasilkan "keputusan haram". Menurut dia, sebaiknya masyarakat tidak terjebak oleh berbagai aturan yang dibuat anggota DPR karena mereka haus kekuasaan.
Selama lima tahun terakhir ini telah berlangsung proses eksperimen politik bangsa. Eksperimen itu diharapkan menghasilkan perubahan yang lebih baik. "Memang banyak eksperimen politik di negara-negara di dunia gagal. Agar tidak gagal maka proses ini harus dipahami aturan-aturannya. Masyarakat perlu mengorganisir diri untuk melakukan inventarisasi anggota DPR yang tidak pantas supaya jangan dipilih lagi. Korea Selatan pernah mempraktekkan inventarisasi ini sambil menginventarisir politisi yang baik dan bermoral," katanya.
Menurut dia, kesertaan masyarakat pada Pemilu mendatang memberikan harapan perubahan kearah kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.Pemilu mendatang harus menjadi momentum yang tepat bagi harapan perbaikan kehidupan di Indonesia. Masyarakat harus tetap mendapatkan keyakinan akan manfaat harapan perubahan melalui Pemilu tersebut.
Pada Pemilu mendatang, rakyat harus melakukan pemilihan terhadap para wakil di lembaga legislatif yang baik dan bermoral, kata J. Kristiadi.(mkf)
Terpopuler
1
Ramai Bendera One Piece, Begini Peran Bendera Hitam dalam Revolusi Abbasiyah
2
Pemerintah Umumkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur Nasional
3
Pengetahuan tentang HKSR Jadi Kunci Cegah Kekerasan Seksual, Begini Penjelasannya
4
Bukan Hanya Kiai, Mustasyar PBNU: Dakwah Tanggung Jawab Setiap Muslim
5
Fatwa Haram Tak Cukup, Negara Harus Bantu Atasi Akar Ekonomi di Balik Sound Horeg
6
Gus Yahya: NU Bergerak untuk Kemaslahatan Umat
Terkini
Lihat Semua