Warta

LFNU Lakukan Penyerasian Hisab Rukyah

NU Online  ·  Kamis, 15 Mei 2008 | 10:10 WIB

Jakarta, NU Online
Untuk menyusun almanak tahun 2009 dan penentuan beberapa hari penting dalam Islam seperti awal Ramadhan dan Idul Fitri, Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) akan melakukan rapat penyerasian hisab (perhitungan astronomis) dan rukyah (pengamatan pada Bulan).

Acara ini akan diselenggarakan pada 16-18 Mei 2008 di Sukabumi Jawa Barat dengan melibatkan pengurus dan ahli hisab yang tergabung dalam LFNU.<>

Ketua LFNU KH Ghozalie Masroeri menjelaskan penyerasian ini penting mengingat banyaknya metode hisab yang ada. Ahli hisab yang terlibat dalam kegiatan ini adalah mereka yang dianggap mewakili keragaman metode tersebut.

Namun demikian, LFNU hanya mengakomodir metode hisab tahkiki yang memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi. Metode hisab klasik Taqribi (perhitungan 'kurang-lebih') yang masih digunakan oleh sebagian pesantren tak lagi dimanfaatkan.

“Kalau ada yang memakai diluar tahkiki kami tolak karena tingkat akurasinya rendah, tetapi bukan berarti kita mencampakkannya,” ujarnya.

Sebenarnya, diantara berbagai metode tahkiki ini juga terdapat perbedaan hasil perhitungan. Namun bisa ditoleransi karena perbedaan tersebut sangat kecil, hanya di belakang koma. “Jadi kita tidak mengunggulkan satu metode yang sudah baku. Faktor-faktornya banyak,” katanya.

Kiai Ghozalie berharap agar para ulama ahli falak yang selama ini masih menggunakan metode Taghribi mempertimbangkan penggunaan metode yang lebih akurat ini. Ia mengibaratkan seperti belajar bahasa Inggris, ketika mencapai tingkat elementer, tidak berhenti di situ, tetapi berlanjut di tingkat yang lebih tinggi.

“Ilmu hisab itu bagian dari astronomi atau ilmu alam, yang berkembang menurut penelitian. Ini yang tidak disadari oleh sementara orang yang terlalu fanatik pada satu metode. Tidak ada kitab muktabar untuk bidang falak,” katanya.

Salah seorang penulis kitab ilmu falak klasik yang saat ini masih banyak digunakan sendiri mengakui akan adanya pembaharuan metode ini sehingga memungkinkan kitab yang dikarangnya tidak digunakan lagi. Kasus salah lihat di Bangkalan dua tahun lalu dalam menentuan Idul Fitri menurutnya juga didasari oleh tingkat akurasi perhitungan yang kurang valid.

Metode Taqribi masih menggunakan perhitungan dan asumsi yang sangat sederhana seperti membagi siang dan malam 24 jam lalu dibagi lagi sehingga 12 jam untuk siang dan setiap dua jam 1 derajat dan mengasumsikan maghrib jam 6, padahal tidak selalu seperti itu.

Sejumlah tokoh LFNU saat ini sudah menciptakan metode baru yang cukup akurat seperti tercantum dalam kitab Nurul Anwar dan Al Mawakib. Kitab klasik seperti Khulasotul Washliyah yang cukup akurat juga tetap digunakan.

Saat ini, sebagian pengurus juga para astronom yang memiliki keahlian yang tinggi dalam astronomi. Akan tetapi, mereka yang masih menggunakan metode Taqribi juga tetap diupayakan untuk tetap dirangkul.

Sejumlah tokoh muda peminat ilmu falak di berbagai daerah seperti Blitar, Banyuwangi, Jember dan Malang saat ini juga sudah menggunakan metode yang cukup maju untuk melakukan hisab dan rukyah.

Selain membahas masalah hisab penyerasian yang rutin digelar setiap tahun ini, juga dilakukan evaluasi kegiatan organisasi. Rencananya LFNU juga akan menggelar pertemuan yang lebih besar menjelang Ramadhan nanti. (mkf)