Indikasi adanya mafia minyak yang menyebabkan carut-marutnya pengelolaan energi di Indonesia bisa dieliminasi dengan pembentukan Komisi Pengawas Energi.
Pentingnya keberadaan lembaga ini dikemukakan oleh Ketua Pansus Angket BBM Zulkifli Hasan dan Ketua Serikat Pekerja Pertamina Abdullah Sodik dalam diskusi mengenai perlunya komisi pengawas energi yang diselenggarakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Gd PBNU, Selasa.<>
”Saya setuju kalau ada komisi pengawasan karena disitu banyak carut marut masalah energi,” katanya.
Diakuinya, memang tidak mudah untuk membenahi sektor energi di Indonesia. Hak angket yang saat ini sedang dilaksanakan oleh DPR memerlukan berbagai investigasi untuk memperoleh fakta guna mengungkap semua kebabrokan ini.
”Kedaultan energi masih jauh, seharusnya dengan kenaikan harga migas ini menjadi berkah, yang terjadi malah musibah, antri minyak, gas mahal,” katanya.
Zulkifli menjelaskan, mengingat citra DPR yang saat ini sedang terpuruk, anggota pansus angket tidak diizinkan untuk menerima fasilitas apapun dari fihak luar seperti tiket, hotel dan lainnya. Anggaran angket sudah disediakan dan mencapai 2.5 Milyar.
Untuk menjaga transparasi, rapat-rapat akan dilakukan secara terbuka. Ini penting agar masyarakat tahu sikap partai politik yang diterjemahkan oleh anggota fraksi yang terlibat dalam pansus itu.
Sementara itu Abdullah Sodik menengarai, antara tahun 2000-2007, terdapat selisih kurang penerimaan negara dari sektor energi sebesar 413 trilyun akibat banyaknya ’pintu-pintu” yang harus dilewati sehingga rawan penyimpangan. ”Perlu dibentuk sebuah komisi yang bersifat independen,” terangnya.
Sebenarnya, saat ini sudah ada Dewan Energi, yang dipilih oleh DPR dan disahkan oleh presiden, namun ia ragu apakah mereka akan mampu mengatasi persoalan ini karena berasal dari lingkaran yang sama.
Menurutnya, beberapa persoalan yang dihadapi sektor energi diantaranya masalah regulasi yang masih amburadul, cost recovery yang merugikan negara, liberalisasi di sektor hilir, mismanajemen antar departemen sampai perlunya kontrol real time untuk mengurangi kecurangan.
Meskipun Indonesia memiliki banyak sumber energi, sayangnya, 80-90 persen pengelolaannya dikuasai asing. Akibatnya, mereka yang menikmati dan pembangunan tak sepesat negara asing. Sekitar 20 persen APBN Indonesia berasal dari sektor migas.
Mengenai posisi Pertamina, Sodik ragu apakah perusahaan negara ini mampu bersaing dengan perusahaan asing mengingat pengelolaannya yang masih amburadul dan permodalan yang dimilikinya. Sebagai perbandingan, perusahaan multi nasional seperti Exxon dan Mobil telah bermarger dan memiliki aset 300 Milyar dolar Amerika, demikian pula dengan BP dan Chevron. Sementara itu, modal yang dimiliki oleh Pertamina hanya 100 trilyun rupiah atau hanya sekitar 10 milyar dolar Amerika.
Untuk dalam negeri saja, pasar BBM Pertamina telah turun akibat masuknya pemain asing di sektor hilir. Saat ini Pertamina hanya mensuplai 56.8 juta kiloliter sedangkan sekitar 20 juta kiloliter dikuasai perusahaan lain karena harga yang lebih murah dan kemudahan pembayaran. (mkf)
Terpopuler
1
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Tetap Gelar Aksi, Tuntut Mundur Bupati Sudewo
2
5 Poin Maklumat PCNU Pati Jelang Aksi 13 Agustus 2025 Esok
3
Harlah Ke-81 Gus Mus, Ketua PBNU: Sosok Guru Bangsa yang Meneladankan
4
Obat bagi Jiwa yang Kesepian
5
Innalillahi, A'wan Syuriyah PWNU Jabar KH Awan Sanusi Wafat
6
RMINU Jakarta Komitmen Bentuk Kader Antitawuran dengan Penguatan Karakter
Terkini
Lihat Semua