Warta

Kiai Kampung Jadi Sasaran Pembantaian Berkedok Santet di Banyuwangi 1998

Sab, 1 Desember 2007 | 00:10 WIB

Jakarta, NU Online
Para ustaz, guru mengaji, kiai kampung atau kiai kecil di desa merupakan sasaran utama aksi pembantaian berkedok dukun santet di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1998 silam. Umumnya, para kiai kampung yang dituduh sebagai dukun santet itu dibantai saat hendak beribadah salat malam.

Demikian dikatakan KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga mantan anggota Tim Pencari Fakta NU untuk kasus santet Banyuwangi. Ia mengatakan hal itu saat menerima anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ahmad Baso, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (30/11).<>

Dalam kesempatan itu, Kang Saidā€”begitu panggilan akrabnyaā€”mengungkapkan bahwa ada sejumlah kejanggalan pada tragedi berdarah yang menewaskan 116 korban tersebut. Pertama, sebelum isu dukun santet itu merebak, muncul instruksi dari bupati setempat melalui Surat Keputusan (SK) No. 450/Sep/439.409.1997.

Melalui surat itu, ujar Kang Said, bupati meminta kepada seluruh kades di Banyuwangi untuk mendaftarkan nama orang-orang yang diduga sebagai dukun santet. ā€œAlasannya, data-data itu untuk melindungi orang-orang yang diduga sebagai dukun santet. Tapi, menurut saya, data-data itu malah memudahkan proses pembantaian,ā€ terangnya.

Kejanggalan berikutnya, lanjutnya, pembantaian yang korbannya sebagian warga Nahdliyin (sebutan untuk warga NU) itu terjadi menjelang digelarnya Kongres Partai Demokrasi Indonesia (sekarang menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan-PDIP) di Denpasar, Bali, pada Oktober 1998.

Menurutnya, isu serta kasus tersebut sengaja diciptakan pihak-pihak tertentu untuk membuat situasi dan kondisi tidak aman di sekitar wilayah Jawa Timur. ā€œItu berbarengan dengan akan digelarnya Kongres PDI di Bali. Saya kira, isu itu sengaja diciptakan untuk mengacaukan kongres tersebut,ā€ pungkasnya.

Tentang dugaan keterlibatan TNI (saat itu masih Angkatan Bersenjata Republik Indonesia-ABRI), ia mengatakan, pada saat itu sempat muncul sebuah nama berinisial ā€œFTā€ yang disebut-sebut sebagai aktor intelektualnya.

ā€œKatanya sih, FT itu adalah Faisal Tanjung (mantan Panglima ABRI, Red). Tapi, itu juga belum jelas, agak susah mengungkap dan membuktikan dugaan itu. Karena, kasus ini dilakukan secara sistematis,ā€ papar mantan anggota Komnas HAM tersebut.

Tak hanya itu. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang saat itu masih menjabat sebagai ketua umum PBNU juga menyebut sebuah nama dengan inisial ā€œESā€. ā€œSaya tidak ES tahu itu siapa. Bisa saja Egy Sudjana, bisa Eyang Soeharto, bisa Elvy Sukaesih, dan lain-lain,ā€ tandasnya.

Sementara, usai pertemuan itu, Ahmad Baso mengungkapkan, pihaknya bertekat untuk mengungkap kembali kasus yang telah mengendap selama 10 tahun tersebut. Menurutnya, Komnas HAM sudah mencoba memulai mengumpulkan kembali data dan bukti-bukti terkait kasus itu.

Senin pekan mendatang, ia bersama tim akan menuju Banyuwangi untuk menemui sejumlah tokoh-tokoh terkait. ā€œSenin, kita akan ke Banyuwangi untuk mengumpulkan bukti-bukti lagi. Kita juga akan menemui beberapa tokoh, di antaranya, Khoirul Anam (mantan Ketua Tim Investigasi NU untuk kasus tersebut),ā€ ujarnya. (rif)