Jakarta, NU.Online
Ketua umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa disela-sela Hardiknas dan HUT Yayasan Pendidikan Tinggi dan Sosial NU “Khadijah” Surabaya mengatakan bahwa tidak terdapat sesuatu yang salah dengan RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). "Masalah iman dan takwa serta akhlakul karimah yang dipermasalahkan pihak yang tidak setuju terhadap RUU ini, rasanya kurang beralasan” katanya di Surabaya, Kamis (1/5). Bangsa Indonesia saat ini sudah berhasil menghargai pluralisme dan kini diajarkan untuk menghargai perbedaan yang ada tanpa merusak pluralisme.
Ketika ditanya mengenai kewajiban sekolah untuk mengajarkan agama sesuai dengan agama siswa, ia menilai hal itu jangan semata dilihat dari kewajiban, tapi tujuan dari kewajiban itu. “Kita harus melihat secara positif bahwa tujuannya adalah untuk meningkatkan keimanan di tengah moralitas bangsa kita yang merosot," ungkapnya.
Permasalahan UU sisdiknas ini banyak dianggap sebagai kepentingan dari umat Islam "Itu bukan milik Islam sebagai agama mayoritas, kita harus belajar dengan perbedaan kita sendiri”. ujarnya.
Tidak ada sesuatu yang salah, bahkan kewajiban dari yang dipersoalkan itu sebenarnya implikasi dari keinginan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan itu sendiri. "Saya kira, RUU Sisdiknas itu hanya kurang sosialisasi saja," katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua PP Ma'arif, Nadjid Muhtar bahwa argumentasi untuk menolak keberadaan UU ini sangat lemah “Mereka yang menolaknya terlihat bersikap sangat emosional,” ujarnya. Keberadaan UU tersebut sudah menghargai pluralisme dan merupakan hak dari pelajar beragama Islam untuk menerima pendidikan agama Islam “Masing-masing pihak harus menghargai keyakinan agama lain dan jika ada anak Kristen yang sekolah di sekolah Islam tentu akan disediakan pengajar Kristen,” ujarnya.
Sementara itu Ketua DPR Akbar Tanjung meminta DPR memilih waktu yang tepat untuk mengesahkan RUU Sisdiknas ''Kami berpendapat hendaknya keputusan untuk mengesahkan RUU Sisdiknas yang sangat penting dan strategis ini, memilih waktu yang setepat-tepatnya," kata Akbar yang juga ketua umum DPP Partai Golkar. di Jakarta, Selasa (29/4) malam.
Menurut Ketua Komisi VI DPR, Taufikurrahman Saleh, RUU tersebut semestinya disahkan oleh DPR pada 2 Mei 2003. Namun jika pada tanggal tersebut DPR belum menyelesaikan pembahasan, maka ditargetkan disahkan pada 20 Mei 2003.
"Kami berpendapat UU ini memiliki urgensi dan relevansi yang sangat tinggi," kata Akbar menanggapi gagalnya RUU itu disahkan pada 1 Mei hari ini akibat munculnya pro-kontra atas keberadaan RUU tersebut. (Ref/Kcm)(Mkf)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
3
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
4
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
5
Pimpinan DPR Bantah Gaji Naik, tapi Dapat Berbagai Tunjangan Total hingga Rp70 Juta
6
Alokasi 44 Persen Anggaran Pendidikan untuk MBG Tuai Kritik, Disebut sebagai Kesalahan Besar Pemerintah
Terkini
Lihat Semua