Warta

KH Ma’ruf Amin: Sunat Perempuan Tak Boleh Dilarang

NU Online  ·  Rabu, 4 Oktober 2006 | 12:25 WIB

Jakarta, NU Online
Larangan untuk menyunat perempuan karena dianggap membahayakan dinilai tidak tepat oleh Rais Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin. Sunat perempuan merupakan bagian dari ajaran agama yang harus dilaksanakan, bukan malah dilarang.

 “Ada tiga pendapat tentang sunat perempuan, pertama wajib, kedua sunnah dan paling rendah adalah memuliakan, tak ada yang sampai melarangnya,” tandasnya dalam acara buka bersama di PBNU, Selasa.

<>

Sunat perempuan belakangan ini menjadi polemic karena saat memotong klitoris, banyak yang berlebihan. Ini dianggap bisa menimbulkan hilangnya gairah seks bagi perempuan. Diantara daerah yang melaksanakan tradisi ini adalah Padang, Pariaman, Serang, Sumenep, Makasar, dan Bone.

Pemerintah telah menetapkan pelarangan sunat perempuan sejak 20 Mei lalu karena sayatan pada klitoris bisa dianggap membahayakan. “Bagaimanapun caranya, sunat perempuan sangat berbahaya karena targetnya memotong klitoris,” tandas Siti Hermianti, Direktur Bina Kesehatan Biu dan Anak Depkes kemarin.

Berdasarkan penelitian yang diselenggarakan di daerah-daerah tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa banyak dokter dan bidan melakukan sunat secara berbahaya. Dampak yang ditimbulkan bisa berupa kesulitan menstruasi, infeksi saluran kemih kronis, disfungsi seksual, dan peningkatan resiko tertular HIV/AIDS.

Wakil Ketua Lembaga Pelayanan Kesehatan NU Dr. Bina Suhendra juga tidak sependapat dengan pelarangan sunat pada perempuan tersebut. “Kalau nabi sudah mensunnahkan, berarti tujuannya baik. Permasalahnnya memang dalam teknik penyunatan, tapi bukan berarti dilarang, ajari dong mereka cara menyunat dengan benar,” tandas Bina.

Senada dengan PBNU, Majelis Ulama Indonesia juga menganggap tidak ada persoalan dengan sunat pada perempuan, hanya kekeliruan teknis saja. Ketua MUI Amidan mengungkapkan sunat bisa membersihkan kotoran pada manusia.

Akibat penolakan ini, Depkes belum secara resmi menyampaikan pada masyarakat. Larangan masih sebatas pada organisasi profesi. Depkes masih akan membicarakan masalah sensitive ini dengan depag, ormas keagamaan dan organisasi pemuka adat. (mkf)