Warta

Kembalikan Ruh Perjuangan, NU Butuh Pemimpin Berjiwa Ikhlas

NU Online  ·  Jumat, 26 Maret 2010 | 04:16 WIB

Makassar, NU Online
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bogor, Jawa Barat, berharap Muktamar ke-32 NU di Makassar dapat menghasilkan keputusan trategis, mampu mengembalikan ruh perjuangan NU serta dapat melahirkan sosok pemimpin berjiwa ikhlas.

Demikian diutarakan oleh Sekretaris Pengurus Cabang NU (PCNU) Kota Bogor, Zaenullah dalam perbincangan dengan NU Online di arena muktamar NU di Makassar, Jumat.r />
"NU tengah mengalami penurunan semangat perjuangan. Sikap ikhlas yang menjadi ruh perjuangan NU mulai jarang diinteralisasi Nahdliyyin. Orientasinya berubah pada kebendaan. Hal ini akan merapuhkan NU jangka panjang," tegas Zaenullah.

Melalui muktamar kali in, Zaenullah berharap PBNU ke depan dapat menanamkan kembali nilai-nilai pengabdian dengan keikhlasan, perjuangan terus menerus tanpa pamrih, cinta tanah air dan memiliki rasa hormat pada ulama," tuturnya.

Lebih lanjut Zaenullah mengemukakan, untuk menanamkan kembali nilai-nilai perjuangan NU tersebut, ia mengajak para muktamirin untuk melakukan refleksi tersebut demi perbaikan NU ke depan.

"Kita membutuhkan sosok pemimpin-pemimpin NU yang mempunyai jiwa ikhlas, semangat juang tanpa henti, punya kemampuan managerial yang baik serta mampu mengayomi umat," ujarnya.

Pengasuh Pesantren Al-Karimiyah, Kota Depok, Jawa Barat, KH Ahmad Damanhuri, MA, mengemukakan, NU harus dikembalikan pada cita-cita para pendiri. Jika tidak, maka kapal besar ini terancam karam.

"Para pendiri merintis lahirnya NU dengan cita-cita sebagai pengawal tradisi ahlusunnah waljamaah. NU juga dicita-citakan sebagai lembaga perjuangan untuk memperjuangkan kepentingan umat, bukan kepentingan politik segelintir elit. Politik NU adalah politik keumatan dan kebangsaan, bukan politik praktis.  Bila NU terus berkutat di politik praktis, NU akan semakin ditinggalkan umat."

Karena itu, Damanhuri berharap agar Muktamar ke-32 NU di Makassar dapat mencapai keputusan strategis bagi penataan NU ke depan, termasuk hubungan ideal antara NU dengan politik. (hir)