Warta

Kembalikan Jati Diri Pesantren

NU Online  ·  Jumat, 30 Januari 2009 | 07:43 WIB

Jepara, NU Online
Pondok pesantren, salah satu lembaga pendidikan tertua di negeri ini, eksistensinya tidak diragukan lagi. Lulusan pesantren setidaknya telah melahirkan ulama dan cendekiawan muslim yang populer hingga di penjuru jagad.

Keberhasilan proses belajar mengajar di pesantren merupakan hasil jerih payah seorang ulama (kiai)---sebagai penerus para Nabi. Demikian Taushiyah Habib Umar Muthohar dalam Haul ke-31 K.H Muslim di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Robayan, Kalinyamatan, Jepara pada Rabu (28/01) lalu.<>

Keberhasilan ulama, menurutnya selain keikhlasan mengamalkan ilmu juga dipengaruhi oleh bersihnya jiwa.

“Sebagai penerus para Nabi, ulama ikhlas dalam mengamalkan ilmu selain itu jiwanya juga bersih. Inilah sebenarnya pembeda proses pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan yang lain,” kata Habib Umar, sebagaimana dilaporkan kontributor NU Online, Syaiful Mustaqim.

Dia menyontohkan sosok Sunan Kalijaga yang memiliki kebiasaan kurang baik, yakni: merampok para hartawan, kemudian hasilnya diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Singkat cerita, datanglah Sunan Bonang yang bertugas membersihkan jiwa Sunan Kalijaga. Sehingga, kebiasaan Sunan Kalijaga tidak diulanginya lagi.

Namun, Habib dari Semarang ini menyayangkan, saat ini suri tauladan laiknya Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang sulit ditemukan lagi. Akibatnya semakin sulit untuk menentukan identitas ulama. Orang yang sudah lancar berpidato diatas mimbar dan fasihnya melafalkan dalil, dengan mudahnya disebut ulama (kiai). Tak hanya itu fatwa halal dan haram mengenai suatu hukum bisa di bayar dengan rupiah.

Maka, Habib Umar Muthohar berharap agar jati diri pesantren dikembalikan seperti awalnya: sosok kiai sebagai penerus para Nabi--selain mengamalkan ilmu kepada santri, juga kebersihan jiwanya.

“Semoga meskipun zaman semakin tua, namun eksistensi pesantren tak akan pernah lekang dimakan oleh waktu sampai kapanpun,” tambahnya. (mad)