Warta

Kelompok Oposisi di Malaysia Tuntut Reformasi Pemilu

NU Online  ·  Rabu, 19 Desember 2007 | 06:01 WIB

Kuala Lumpur, NU Online
Kelompok oposisi dan aktivis sosial di Malaysia, Selasa (18/12), mengancam akan kembali turun ke jalan menuntut reformasi pemilu. Oposisi memperingatkan, aksi protes yang melibatkan lebih dari 10.000 orang pada 10 November lalu bisa terulang lagi.

Sekitar 20 aktivis kemarin berkumpul di depan Kantor Perdana Menteri di Putrajaya. Mereka membagi-bagikan salinan memorandum yang mendesak Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi menyingkirkan ketidakberesan menjelang pemilu nasional yang diperkirakan akan digelar tahun depan.<>

"Reformasi sangat mendesak dilakukan. Demokrasi harus dikembalikan," kata Dzulkifli Ahmad dari oposisi Partai Islam Pan-Malaysia. Dia menambahkan, koalisi partai oposisi dan organisasi nonpemerintah, Bersih, akan terus mendesakkan reformasi walaupun menghadapi tekanan dari pemerintah.

Sebelumnya, Bersih juga memprotes amandemen konstitusi yang memperpanjang masa jabatan Ketua Komisi Pemilu Abdul Rashid Abdul Rahman yang diklaim oposisi tidak "bersih". Bersih juga menuding banyaknya ketidakberesan dalam pemilu, seperti nama calon pemilih yang salah didaftar atau nama orang yang sudah meninggal tetapi tetap didaftar. Pemerintah menyebut tudingan itu tidak berdasar.

Sivarasa Rasiah, salah satu anggota Bersih, mengatakan, protes besar seperti pada November lalu mungkin terjadi lagi. "Rakyat akan membuat protes mereka didengar dengan cara apa pun yang mereka anggap sesuai. Bentuknya bisa demonstrasi di jalanan, bisa protes lain, tetapi pada dasarnya apa yang Anda lihat pada 10 November adalah suara rakyat dan bisa Anda lihat lagi," katanya.

Minoritas dibungkam

Sejak protes 10 November, Pemerintah Malaysia melarang segala bentuk protes oleh Bersih atau organisasi lain. Otoritas juga telah menangkap dan mendakwa orang-orang yang terlibat dalam protes Bersih dan protes etnis India. Saat ini, polisi masih menahan lima aktivis Kekuatan Aksi Hak-hak Hindu (Hindraf) yang memotori protes 8.000 warga etnis India. Demikian Kompas melaporkan.

Kelompok hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), Selasa, menyerukan agar Pemerintah Malaysia membebaskan kelima pemimpin Hindraf. Elaine Pearson, Wakil Direktur HRW Asia, menuding Pemerintah Malaysia mencoba membungkam kelompok minoritas.

Situs berita The Hindu, Senin, melaporkan, polisi Malaysia akan bekerja sama dengan Interpol atau Europol untuk memonitor aktivitas Hindraf di luar negeri. Hindraf dituduh menjalin kontak dengan kelompok Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) di Sri Lanka yang disebut Amerika Serikat sebagai kelompok teroris. (dar)